Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Fiana dan Sekolah yang Bebas Memilih Kelas ala Ranchoddas Shamaldas Chanchad

Ini adalah catatan tentang seorang anak kecil, 5 tahun yang masih belajar untuk sekolah. Karena bagi saya, tempat belajar TK (Taman Kanak-kanak) maupun RA (Raudlatul Athfal), sejatinya seperti namanya. Taman. Tempat bermain. Raudlah artinya juga taman. Athfal artinya juga anak-anak. 

Dan Fiana, menganggap TK-nya di Dusun Curah Rejo Desa Sukamakmur, itu sebagai tempat bermain. Bahkan cenderung menjadi main-main. 

Seperti yang pagi hari ini dilakukannya. Kebetulan saya harus mengantarnya. Sekalian berangkat kerja. Seperti biasa saat mengantar, parkir di depan pagar. Fiana sudah lari-lari kecil. Tasnya mentul-mentul di punggungnya. Kedua tangannya diangkat ke depan. Di lengan kanan ada tas kecil buku-buku materinya. 

Fiana M.A


Lari agak jauh, karena kelasnya ada di ujung. Sekitar 25 sampai 30 meter dari gerbang. Sampai di kelas B, yang sudah agak besar. Dia menoleh ke kiri. Ke kelasnya Bu Ulya. Tapi dia tetap lari ke kelasnya, kebetulan kelasnya terbuka. Ada Bu Guru Lilik. 

Teman-teman sekelasnya sudah baris di kelas. Fiana sibuk membuka tas punggungnya. Saya yang melihat dari kejauhan jadi berpikir, "Mengapa tidak segera naik ke kelas?"

Fiana sedang sibuk membuka dan mencari-cari sesuatu di tasnya. Agak kesulitan memegang tas jinjingnya. Ternyata dia mengambil buku tabungan. Dilemparkannya di dekat kaki Bu Lilik. Sejurus kemudian, Fiana kembali lari-lari kecil. Kembali ke arah kelas Bu Ulya. Yang seharusnya untuk anak-anak yang setahun lebih besar darinya. 

Sampai di depan kelas Bu Ulya, Fiana hadap ke barat. Meletakkan kedua tasnya di lantai yang bersih. Kemudian membuka sepatunya. Naik ke teras yang bersih. Jongkok, lalu ambil sepatu lalu meletakkan perlahan dengan rapi di rak sepatu. Sangat hati-hati. Kemudian, di depan kelas dia menjinjing kedua tasnya. Kanan dan kiri. 

Selanjutnya, saya sudah sangat puas menyaksikan prosesi masuk kelas yang dilakukan Fiana. Kelas yang bukan seharusnya. Dia terdaftar di kelas Bu Lilik. Tapi justru tertarik untuk masuk kelasnya Bu Ulya. 

Bukan karena gurunya, tapi ada alasan lain: Mainan di kelas Bu Ulya lebih menarik bagi Fiana. Setidaknya itu alasan yang pernah disampaikan oleh Fiana, ketika ditanya ibunya di rumah terkait alasannya pindah kelas. 

Yang menjadi menarik adalah, Fiana dibiarkan saja. Oleh pihak sekolah. Tidak ditegur apalagi dimarahi. Bukan karena para guru takut dilaporkan polisi oleh wali muridnya. Tapi karena memang masih anak-anak. Dibiarkan saja. 

Saya memandangnya juga dengan senyum kecil dan teringat sebuah film yang sangat menyentuh. Film India tentang pendidikan di kampus yang dikritik karena melahirkan 'robot' bukan 'manusia terdidik'. 

Hakikat pendidikan adalah belajar. Yang seharusnya tidak bisa sekadar dibatasi kelas-kelas. Ada sebuah adegan dalam film tersebut yang masih saya ingat betul. Film yang saya tonton pada tahun 2009 itu, menggambarkan tokoh utama yang memberikan uang kepada salah satu anak tukang bersih-bersih yang tidak sekolah. 

Diberi uang, tapi tidak seberapa. Lalu si anak kecil disuruh sekolah. Tentu saja si anak berkata:

"mana cukup uang segini untuk daftar sekolah?"

"Kamu hanya perlu membeli seragam, uang ini cukup. Belilah seragam yang sama dengan siswa. Lalu masuklah kelas. Ikuti pelajarannya. Raih ilmunya."

"Kalau ketahuan dan saya dikeluarkan?"

"Kamu tinggal beli seragam lain, dan masuk ke kelas yang lain."

Rachondas Shamalas Chanchad


Memang tidak harus seekstrem itu. Harus tetap ada aturan yang ditegakkan, tapi Fiana -juga para guru yang membiarkan Fiana leluasa pindah kelas- adalah sebuah contoh bahwa sekolah itu tempat belajar. Senyampang masih bisa belajar. Di manapun, itu sudah cukup.

Tentu lambat laun juga harus diajari tentang kedisiplinan. Bukan sekadar semau-maunya sendiri. Terima kasih Bu Guru dan sekolah yang sudah sabar menghadapi Fiana dengan segala kerewelannya. Terima kasih Fiana yang sudah mau makan nasi dan sekolah tidak harus ditemani ibunya, meski masih di semester pertamanya. 

Oh iya, Film India yang dimaksud tulisan di atas berjudul "3 Idiots". Tiga mahasiswa 'gila' yang sebenarnya kuliah pun hanya menjadi 'joki' karena yang lulus adalah orang lain. Tapi tetap dia yang mendapatkan ilmu. 

Toh, katanya: menuntut ilmu itu dari gendongan sampai liang lahat.Tidak ada habisnya. (Mun)

إرسال تعليق for "Fiana dan Sekolah yang Bebas Memilih Kelas ala Ranchoddas Shamaldas Chanchad"