Sastra dan Ilmu Bantunya | Ilmu Memahami Karya Sastra
Sastra dan Ilmu
Bantunya | Ilmu Memahami Karya Sastra
Mempelajari sastra pada dasarnya adalah mempelajari kehidupan. Pendapat
tersebut mengacu pada teori sastra yang mengatakan bahwa sastra merupakan
cermin kehidupan (teori mimesis/mimetik). Oleh karena yang dipelajari adalah
kehidupan, maka untuk bisa memahami sastra juga diperlukan ilmu kehidupan lain,
berarti juga diperlukan pemahaman terhadap disiplin ilmu lain untuk bisa
memahami sebuah sastra di samping ilmu tentang sastra.
Ilmu sastra erat kaitannya dengan ilmu bahasa
karena sastra
menggunakan bahasa sebagai medianya. Seorang sastrawan harus
memahami bahasa untuk bisa menggunakan bahasa (kata) tersebut dalam karyanya.
Bahkan WS Rendra mengaku selalu membuka kamus bahasa Indonesia dalam memilih
kata untuk menulis puisi-puisinya. Dengan melakukan hal itu, jelas berarti
bahwa sastra sangat dekat dengan ilmu bahasa.
Selain berhubungan langsung dan bisa diibaratkan
sebagai kembar siam, bahasa dan sastra Indonesia selalu diajarkan. Mulai dari
SD hingga perguran tinggi, pembelajaran bahasa dan sastra selalu melekat. Di
bangku perkuliahan, justru lebih tampak. Ada fakultas sastra, di sebagian
universitas dinamakan fakultas ilmu budaya, pasti ada prodi bahasa Indonesia.
Prodi bahasa Indonesia ini pasti mempelajari bahasa dan sastra, tinggal ada
spesifikasi jurusan. Memilih antara ilmu sastra Indonesia dan ilmu bahasa
Indonesia. Lain lagi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Ada program
studi PBSI. Dari namanya saja sudah jelas bahwa yang dipelajari adalah bahasa
sekaligus sastranya: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Sebagai mahasiswa FKIP tentu tak asing dengan mata
kuliah sosiologi sastra, sejarah sastra, psikologi sastra. Ketiga mata
kuliah secara eksplisit disebutkan bahwa mata kuliah sastra digabung dengan
disiplin ilmu yang lain yaitu: sosiologi, sejarah, dan psikologi. Sebenarnya
ilmu bantu dalam membahami atau mempelajari sastra adalah ilmu.
Ketiga disiplin ilmu tersebut (sosiologi,
psikologi, dan sejarah) bisa diterapkan secara parsial, tetapi bisa juga
diterapkan menjadi satu kesatuan yang utuh. Misalnya, sebuah karya sastra roman
yang berjudul Nyali karya Putu Wijaya, untuk memahaminya perlu didekati
dengan tiga ilmu tersebut di samping dengan ilmu dan pengetahuan tentang
sastra.
Penggunaan ilmu sejarah, disesuaikan dengan
pengetahuan sejarah umum. Jika memahami keadaan (sejarah) Indonesia dengan
cukup lengkap. Maka, akan menimbulkan penafsiran yang komprehensif dan pasti
akan langsung mengarah pada peristiwa G 30 S dan implikasi setelahnya. Yaitu
tentang pelengseran kekuasaan, penciptaan kekuatan pemberontak yang selalu
dijaga eksistensinya (tidak benar-benar ditumpas sampai habis).
Dengan menggunakan pendekatan sosiologi maka juga
akan diketahui bahwa keadaan sosial politik dalam novel roman Nyali juga
sangat Indonesia meskipun menggunakan tokoh yang bukan Indonesia. Dalam novel
tersebut ada tokoh kolonel dan tokoh baginda. Ini gambaran Indonesia. Selain
itu, kehidupan sosialnya juga Indonesia banget.
Pendekatan psikologi digunakan untuk memahami
tokoh-tokoh dan wataknya. Dengan pendekatan psikologi yang tepat maka akan
dapat diketahui seberapa bermaknanya sebuah karya sastra. Karya sastra yang
‘asal tulis’ dapat diketahui dengan kedangkalan karakter tokoh yang
diceritakan. Juga dapat diketahui melalui penggambaran wataknya. Pada dasarnya,
psikologi manusia di dunia nyata harus diketahui melalui analisis, bukan
disebutkan sendiri oleh orang tersebut. Begitu halnya dengan psikologi tokoh
dalam karya sastra, seharusnya pencariannya melalui analisis yang mendalam
terhadap karya sastra tersebut.
Posting Komentar untuk "Sastra dan Ilmu Bantunya | Ilmu Memahami Karya Sastra"
Komentar bisa berupa saran, kritik, dan tanggapan. :)