5 Hal Ini Musnah Jika Sekolah Full Day Diterapkan di Seluruh Indonesia
Menteri
Pendidikan Muhadjir melemparkan wacana untuk menyelenggarakan sekolah sepanjang
hari atau Fullday School di seluruh Indonesia. Menteri Muhadjir beralasan
Fullday School untuk menghindari dampak negatif pergaulan anak-anak. Dengan
berada di sekolah sepanjang hari (Fullday School), diharapkan kegiatan anak
terpantau oleh sekolah. Selain itu, menurut Menteri Muhadjir beralasan, Fullday
School cocok untuk anak yang kedua orang tuanya sibuk bekerja sepanjang hari.
Banyak pihak yang
menyatakan ketidak-setujuan dengan wacana Full Day School dari Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir. Antara lain karena ketidaksiapan
infrastruktur dan tenaga pendidik. Pihak yang tidak setuju penerapan Full Day
School di seluruh penjuru Indonesia karena tidak sesuai dengan kondisi sosial
masyarakat Indonesia.
![]() |
Masa Anak-anak adalah masa bermain, bukan sekolah sepanjang hari |
Berikut adalah
hal yang hilang dan tidak bisa ditemukan lagi jika Full Day School jadi
diterapkan di seluruh Indonesia.
TPQ dan TPA
Tidak Akan Ada Lagi
TPQ atau TPA
(Taman Pendidikan Al-Quran) adalah pendidikan untuk anak yang mengajarkan cara
membaca dan menulis Al-Quran. Taman pendidikan Alquran ini biasanya
dilangsungkan pada sore hari setelah pulang sekolah. Teman mengaji ini biasanya
dilaksanakan sekitar waktu salat asar. Jika kebijakan sekolah sepanjang hari
alias full day school dari Mendikbud Muhadjir jadi diterapkan, anak tidak bisa
lagi mengikuti kegiatan TPQ dan TPA yang ada di rumah masing-masing. Jika tidak
ada santri (muridnya) maka otomatis akan tutup.
TPQ dan TPA
dengan berbagai macam metode pembelajaran cepat belajar mengaji sudah menyebar
merata di seluruh Indonesia. Antara lain metode Dirosati, Tartili, Yanbua,
Qiraati, dan lain sebagainya. Masing-masing metode memiliki ketentuan dan
cara menguji santri (muridnya) untuk lulus. Selian itu masing-masing kelompok
metode mengaji cepat tersebut juga memiliki forum (semacam perlombaan
antar-TPQ) yang menggunakan metode sama. Misalnya festival santri dan
lomba-lomba. Kegiatan-kegiatan itu juga akan hilang jika full day school
diterapkan di seluruh Indonesia. Tidak ada lagi kompetisi di bidang kebaikan.
Penjual
Makanan Keliling Tidak ada Lagi
Penjual makanan
keliling biasanya melayani kebutuhan makanan ringan bagi anak-anak. Dengan
konsumen anak-anak otomatis waktu berjualan untuk berkeliling adalah sepulang
sekolah. Jika masih ada di sekolah tidak mungkin penjual makanan keliling
berkeliling ke sekolah. Biasanya para penjual di sekolah sudah ditentukan oleh
pihak sekolah yang bisa masuk ke dalam lingkungan sekolah. Tidak semua penjual
makanan dan mainan keliling bisa masuk ke lingkungan sekolah.
Jika ini terjadi,
bisa menjadi beban ekonomi negara. Penjual makanan keliling juga merupakan
salah satu bentuk pekerjaan yang banyak digeluti oleh orang Indonesia. Jika
mereka tidak bisa lagi berjualan atau berjualannya tidak maksimal karena tidak
ada yang membeli karena anak-anak masih sekolah di full day school, maka dia
akan merugi bahkan menjadi pengangguran. Pengangguran yang meningkat tentu
membahayakan kesejahteraan rakyat. Rakyat yang tidak sejahtera menjadi beban
bagi negara bahkan bisa membahayakan kedaulatan negara.
Kelereng dan
Layang-layang dan Permainan Tradisional Lain
Permainan
tradisional yang masih bertahan hingga sekarang dan masih sering dimainkan adalah
kelereng dan layang-layang. Kedua permainan ini dimainkan oleh anak-anak hampir
di seluruh Indonesia. Anak-anak yang memainkan permainan ini tidak hanya di
desa-desa bahkan sampai ke kota besar.
Permainan
kelereng biasanya dimainkan saat siang hari sepulang sekolah. Begitu juga
dengan layang-layang. Khususnya layang-layang, hanya efektif dimainkan pada
sore hari karena memanfaatkan angin yang berhembus. Nah, angin berhembus
kencang dan konsisten saat sore hari. Tentu kedua permainan ini tidak bisa dimainkan
malam hari saat pulang sekolah full day school yang diwacanakan oleh Menteri
Pendidikan Muhadjir.
Permainan
tradisional lainnya juga bisa jadi hilang untuk selama-lamanya dari masyarakat
Indonesia karena tidak lagi dimainkan oleh anak-anak yang menghabiskan
sepanjang hari di sekolah full day. Sebut saja permainan tradisional egrang
(enggrang), permainan yang membutuhkan ketangkasan berjalan menggunakan kayu
atau bambu yang tinggi di kedua kaki ini tidak bisa dimainkan saat hari minggu
saja. Pada hari minggu biasanya waktu dihabiskan bersama keluarga.
Selama ini, masih
banyak waktu luang anak-anak Indonesia untuk bisa bermain tetapi permainan
tradisional sudah mulai jarang dimainkan. Bayangkan jika tidak ada waktu bermain
sama sekali karena harus sekolah full day dan pulang setelah malam tiba
menjelang magrib, pasti mempercepat kepunahan permainan-permainan tradisional
Indonesia.
Acara
Anak-anak di Televisi Tidak akan Tayang
Beberapa stasiun
televisi, baik televisi swasta dan TVRI, memiliki tayangan mata acara yang
khusus anak-anak. Segmen penonton anak-anak ini biasanya ditayangkan sepulang
sekolah. Jika pulang sekolah sampai sore hari, tentu tayangan anak-anak tidak
mungkin lagi punya segmen penonton. Tentu televisi tidak akan menyiarkan sebuah
mata acara yang tidak punya penonton.
Padahal acara
anak-anak yang tayang di televisi juga berisi muatan positif. Misalnya acara di
televisi milik pemerintah TVRI, menampilkan kemampuan-kemampuan anak-anak
Indonesia baik dalam bidang tarik suara maupun dalam hal lain. Ada juga acara
Si Bolang yang tayang di stasiun televisi swasta. Acara ini menggambarkan
kegiatan anak-anak dari seluruh penjuru Indonesia.
Tayangan Si
Bolang bahkan melahirkan istilah ‘Mbolang’ yaitu kegiatan ‘menjadi bocah
petualang’ atau melakukan kegiatan petualangan. Tayangan ini selalu
menggambarkan kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak dengan tokoh utama bernama
Bolang. Bolang berkegiatan setelah pulang sekolah. Dalam tayangan ini, Bolang
berpetualang membantu orang tua dan bermain di alam sekitarnya. Menyatu dengan
alam. Yang tinggal di sekitar laut mereka bermain di laut dan pantai. Yang
tinggal di dekat hutan mereka bermain dan belajar di hutan. Selain bermain juga
mengajarkan untuk memanfaatkan alam sekitar dengan cara arif dan tetap menjaga
kelestariannya.
Hilangnya
Istilah ‘Gumelar’
Gumelar yang
berkembang di kalangan pendidik sama sekali tidak ada hubungannya dengan nama
tokoh Agum Gumelar. Istilah ‘Gumelar’ yang berkembang dalam kalangan pendidik
adalah akroim (singakatan) dari ‘Guru nyambi Makelar’ atau ‘Guru
sekaligus Makelar’. Istilah ini muncul mengingat ada kegiatan guru yang
sekaligus berdagang.
Kegiatan guru
yang menyambi makelar karena kebutuhan ekonomi. Sudah jamak diketahui bahwa
gaji seorang guru -apalagi yang belum PNS- sangat kecil. Sangat kurang untuk
hidup layak. Maka muncullah istilah gumelar karena adanya guru yang mencari tambahan
rejeki. Jika jadi full day school yang diwacanakan oleh Mendikbud Muhadjir jadi
diterapkan, tidak ada lagi guru yang bisa mencari tambahan rejeki di luar
sekolah.
Tambahan?
Mungkin pembaca
yang budiman punya hal yang bisa hilang jika kebijakan sekolah sepanjang hari
atau full day diterapkan?
Posting Komentar untuk "5 Hal Ini Musnah Jika Sekolah Full Day Diterapkan di Seluruh Indonesia "
Komentar bisa berupa saran, kritik, dan tanggapan. :)