Analisis Jenis dan Bentuk Kesalahan Berbahasa beserta Perbaikannya
Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia dan Perbaikannya
Analisis Kesalahan merupakan cabang ilmu bahasa yang berguna
bagi pengajaran bahasa Indonesia. Analisis kesalahan dapat digunakan untuk
mengetahui kesalahan apa saja yang ada dalam penggunaan bahasa Indonesia.
Setelah diketahui bentuk-bentuk kesalahan maka diberi alternatif penggunaan
bahasa yang benar.
Oleh karena manfaat yang
besar dari analisis kesalahan tersebut, banyak mahasiswa yang menjadikannya
sebagai tugas akhir (skripsi). Setidaknya ada empat skripsi mengenai analisis
kesalahan berbahasa yang disusun oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Dari keempat skripsi tersebut, hanya skripsi karya Rima Kintami
Nuarika (angkatan 2005) yang meneliti kesalahan berbahasa pada semua tataran.
Kesalahan berbahasa merupakan
penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tulisan yang menyimpang dari faktor
penentu berkomunikasi, atau menyimpang dari norma kemasyarakatan, dan
menyimpang dari kaidah tata bahasa (Setyawati, 2010:10).
Analisis kesalahan
berbahasa merupakan sebuah prosedur kerja yang biasa digunakan oleh peneliti
atau guru (pengajar) bahasa yang meliputi kegiatan mengumpulkan sampel (contoh) kesalahan, mengidentifikasinya,
mengklasifikasi dan mengevaluasi
keseriusan kesalahan tersebut (Tarigan dan Sulistyaningsih dalam Setyawati,
2010:12). Di samping tahapan tersebut analisis kesalahan juga memberikan
alternatif perbaikan terhadap kesalahan yang terjadi.
Dilihat dari tataran ilmu
bahasa (linguistik) ada empat tataran kesalahan berbahasa, yaitu kesalahan
fonologi, kesalahan morfologi, kesalahan sintaksis, dan kesalahan semantik.
Sintaksis adalah ilmu cabang
linguistik yang mengkaji tentang susunan kalimat dan bagiannya. Ramlan (dalam
Setyawati, 2010:53) mendefinisikan sintaksis sebagai bagian atau cabang ilmu
bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase; berbeda
dengan morfologi yang hanya membicarakan seluk-beluk kata dan morfem. Menurut
Setyawati (2010:53) kesalahan dalam
tataran sintaksis berkaitan erat dengan kesalahan pada bidang morfologi, karena
kalimat berunsurkan kata-kata. Oleh karena itu, analisis kesalahan sintaksis
bisa mengandung analisis kesalahan morfologi. Kesalahan dalam tataran sintaksis
juga berhubungan dengan semantik, karena kata bisa mengandung makna lebih dari
satu.
Skripsi karya Rima Kintami
Nuarika yang berjudul Kesalahan Berbahasa Indonesia pada Karangan Narasi
Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Grujugan Bondowoso Berdasarkan Taksonomi Siasat
Permukaan disertai banyak data yang menunjukkan kesalahan dan disertai
perbaikan dari peneliti. Akan tetapi, perbaikan yang dipaparkan oleh peneliti
masih mengandung kesalahan.
Kesalahan perbaikan yang ada dalam skripsi tersebut
merupakan kesalahan dalam tataran sintaksis. Kesalahan yang terjadi di
antaranya adalah penggunaan preposisi yang tidak tepat.
Data yang diperoleh Nuarika adalah:
Waktu
saya masuk SMP Grujugan , saya mengikuti MOS.
Perbaikan yang ditawarkan oleh Nuarika adalah:
Waktu
saya masuk di SMP Grujugan, saya mengikuti MOS.
Data yang diperoleh memang
data yang salah karena tidak menggunakan preposisi. Nuarika menambahkan
preposisi di di antara kata masuk dan SMP. Penggunaan
preposisi di pada susunan
tersebut kurang tepat. Kata masuk lebih tepat diikuti preposisi ke karena
menunjukkan tujuan, sehingga yang tepat adalah masuk ke SMP.
Selain bentuk kesalahan
penggunaan preposisi seperti contoh di atas, kesalahan apa saja yang terdapat
dalam pembahasan skripsi Nuarika? Lalu, bagaimana alternatif perbaikan yang
bisa ditawarkan? Pertanyaan tersebut akan diuraikan dalam bagian pembahasan
makalah ini.
PEMBAHASAN
Pemaparan dalam pembahasan
ini tidak berdasarkan jenis kesalahan, melainkan berdasarkan data. Hal ini
dilakukan agar data dapat dianalisis secara mendalam. Data yang terdapat
dalam makalah ini didapat dari skripsi Nuarika. Dalam tabel ditampilkan data
kesalahan beserta jenis kesalahan data tersebut.
NO
|
Data
|
Jenis Kesalahan
|
1
|
Waktu saya masuk di SMP Grujugan, saya mengikuti MOS
|
kesalahan penggunaan
preposisi; kesalahan penggunaan kata (diksi);
|
2
|
Aku sangat malu dengan teman-temanku karena aku
ditertawakan.
|
kesalahan penggunaan
preposisi;
|
3
|
Saya disuruh merayu perempuan dengan kakak OSIS.
|
kesalahan penggunaan
preposisi;
|
4
|
Aku sangat malu sekali waktu itu dengan
ketua OSIS
|
Penyangatan (superlatif)
berlebihan; kesalahan penggunaan preposisi;
|
5
|
Siswa yang tidak mengikuti ( ) akan dikenakan sanksi.
|
verba transitif tidak
diikuti objek; ketidakselarasan bentuk;
|
6
|
Saat kakak OSIS masuk ke kelas salah satu teman sebangkuku,
wajahnya terlihat gugup.
|
penggunaan dua unsur (kata
ganti) yang berlebihan; penggandaan subjek;
|
7
|
Perempuan disuruh mengepang rambutnya menjadi dua dengan
menggunakan tali rafia.
|
penggunaan dua unsur
(verba) yang berlebihan;
|
8
|
Besoknya saya datang di sekolah langsung baris
di lapangan basket.
|
pengaruh bahasa daerah;
susunan kata yang tidak tepat;
|
9
|
Mereka tidak mematuhi tata tertib kemudian mereka
diberi hukuman untuk berbaris di tengah lapangan untuk berjemur.
|
Kesalahan penggunaan
konjungsi; ketidak sejajaran bentuk;
|
Dalam kasus no. 1, Nuarika
hanya menambahkan preposisi di di antara masuk dan SMP.
Penggunaan preposisi ini kurang tepat. Preposisi di diikuti kata kerja
yang memiliki makna diam/tinggal di suatu tempat. Preposisi di
untuk menyatakan ‘tempat berada’dan menyatakan aspek ‘diam’ (Chaer,
2006:122-123). Misalnya menunggu di kelas, ada di kampus. Kata masuk
merupakan kata kerja yang memiliki makna proses menuju, membutuhkan
tujuan sehingga lebih tepat jika menggunakan preposis ke, menjadi masuk ke kelas. Perbaikan yang
tepat mengenai preposisi adalah masuk
ke SMP.
Jika hanya memperhatikan
perbaikan preposisi, maka perbaikannya menjadi: Waktu saya masuk ke SMP
Grujugan, saya mengikuti MOS. Kalimat ini masih tidak efektif. Akan lebih efektif jika dipisah menjadi saya
diterima di SMP Grujugan dan kalimat saya mengikuti MOS. Kata waktu
tidak diperlukan karena pada dasarnya tidak ada yang menunjukkan keterangan
waktu. Kedua kalimat ini bisa dijadikan satu kalimat berupa kalimat majemuk
hubungan waktu:
(1a) Saya
mengikuti MOS setelah diterima di SMP Grujugan.
Atau bisa juga kedua
klausa tersebut dijadikan kalimat majemuk hubungan akibat:
(1b) Saya diterima di SMP
Grujugan, maka saya mengikuti MOS.
Dalam kasus no. 2, Nuarika
hanya mengubah kata sama yang dianggap tidak baku dengan kata dengan,
serta menambahkan karena sebagai konjungtor antar-klausa. Kalimat
perbaikan yang disarankan oleh Nuarika tidak tepat. Preposisi dengan untuk
menyatakan ‘alat’, ‘beserta’, dan ‘cara atau sifat perbuatan’ (Chaer,
2006:133). Preposisi yang digunkan seharusnya bukan dengan melainkan kepada.
Salah satu fungsi preposisi kepada untuk menyatakan ‘arah yang
dituju’ (Chaer, 2006:131). Jadi, jika yang digunakan adalah preposisi dengan
maka yang malu adalah aku beserta teman-teman. Padahal yang malu
hanya aku ditunjukkan dalam anak kalimat: aku ditertawakan bukan kami
ditertawakan.
Yang dimaksud oleh penulis
adalah penulis (aku) malu kepada teman-temannya karena dia ditertawakan. Maka
salah satu alternatif perbaikan adalah:
(2a) Aku
sangat malu kepada teman-temanku karena aku ditertawakan.
Kesalahan yang terdapat
dalam kasus no. 3 sama dengan kesalahan yang terdapat dalam kasus no.2, yaitu
kesalahan preposisi. Namun, kata ganti yang tepat bukan kepada melainkan
oleh. Preposisi oleh menyatakan ‘pelaku perbuatan’ digunakan di
muka objek pelaku dalam kalimat pasif (Chaer, 2006:133). Kalimat no. 3 adalah kalimat pasif. Subjek
kalimat tersebut adalah aku; disuruh sebagai predikat; merayu
perempuan sebagai pelengkap; dan kakak OSIS sebagai objek. Jadi,
perbaikan yang tepat adalah sebagai berikut:
(3a) Saya disuruh merayu perempuan oleh kakak
OSIS.
Untuk kasus no. 4 perbaikan yang dilakukan oleh Nuarika hanya berdasarkan kesalahan penulisan
kata baku. Kata banget diganti dengan sekali. Sangat malu banget
diganti dengan sangat malu sekali. Bentuk ini masih salah karena
merupakan superlatif yang berlebihan.Seharusnya, kata banget tidak perlu
diganti sekali karena sudah ada kata sangat di depat kata malu.
Jika digunakan kata sekali maka kata sangat tidak perlu digunakan.
Preposisi dengan tidak tepat karena ketua OSIS merupakan
‘tempat yang dituju’ rasa malu. Oleh karena itu, lebih tepat jika digunakan
preposisi kepada. Keterangan waktu: waktu itu akan lebih baik
jika diposisikan di awal atau di akhir kalimat.Perbaikan yang dapat disarankan
adalah:
(4a) Aku
sangat malu kepada ketua OSIS waktu itu.
(4b) Aku
malu sekali kepada ketua OSIS waktu itu.
Dalam data no. 5, perbaikan
yang dilakukan oleh Nuarika hanya masalah penulisan kata sangsi menjadi sanksi.
Tulisan siswa yang digunakan sebagai data oleh Nuarika sebenarnya juga mengalami
kesalahan lain yaitu tidak adanya objek.
Kalimat dengan predikat yang berupa verba transitif seharusnya diikuti
objek secara langsung. Kalimat perbaikan Nuarika masih tidak mengandung objek.
Objek yang mungkin dimaksud dalam kalimat tersebut adalah kegiatan.
Dilihat dari keselarasan/kesejajaran bentuk, dalam kalimat tersebut terdapat
dua predikat yaitu mengikuti (bentuk aktif) dan dikenakan (bentuk
pasif). Bentuk yang sejajar dengan mengikuti (aktif) bukan mengenakan
melainkan mendapatkan (aktif) sehingga perbaikan yang benar adalah:
(5a) Siswa yang tidak
mengikuti kegiatan (MOS) akan mendapatkan sanksi.
Kasus no. 6 merupakan
kalimat majemuk dengan klausa pertama berfungsi sebagai keterangan. Klausa pertama adalah saat kakak OSIS masuk ke kelas, klausa
kedua adalah salah satu teman sebangkuku, wajahnya terlihat gugup. Terdapat
dua subjek dalam klausa kedua yaitu salah satu teman sebangkuku dan wajahnya.
Penulisan subjek klausa
kedua bisa diringkas agar lebih efisien menjadi wajah salah satu teman
sebangkuku, sehingga kalimatnya menjadi Saat kakak OSIS masuk ke kelas,
wajah salah satu teman sebangkuku terlihat gugup. Kalimat ini masih memiliki
kesalahan, yaitu penggunaan dua kata ganti yaitu salah satu teman dan teman
sebangkuku. Terjadi dua kali pengkhususan sehingga menimbulkan ambigu. Penulisan
kalimat yang benar adalah:
(6a) Saat kakak OSIS masuk
ke kelas, wajah teman sebangkuku terlihat gugup.
(6b) Saat kakak OSIS masuk
kelas, wajah salah satu temanku terlihat gugup.
Dalam kasus no. 7,
pengguaan dengan dan menggunakan
secara bersama-sama merupakan pleonasme. Kata menggunakan dan dengan sudah
saling menggantikan tidak saling melengkapi. Dalam KBBI (2008:312) kata dengan
juga memiliki makna memakai/menggunakan di samping makna yang
lainnya. Akan lebih baik jika penulisannya sebagai berikut:
(7a) Perempuan disuruh
mengepang rambutnya menjadi dua dengan tali rafia.
(7b) Perempuan disuruh
mengepang rambutnya menjadi dua menggunakan tali rafia.
Dalam kasus no. 8, terjadi
dua kesalahan, yaitu pengaruh bahasa daerah dan susunan kalimat yang tidak
tepat. Penggunaan kata besoknya merupakan pengaruh bahasa daerah sisuke.
Yang dimaksud oleh penulis adalah hari berikutnya atau menggunakan
penghitungan hari kedua, hari ketiga dan seterusnya.
Penggunaan kata datang
yang diikuti oleh preposisi di juga kurang sesuai. Kata kerja datang
lebih tepat jika diikuti dengan preposis ke. Preposisi ke untuk menyatakan aspek ‘gerak’ atau
‘bergerak’. Chaer (2006:130) mencontohkan penggunaan preposisi ke
dirangkaikan dengan kata datang: datang ke sini. Kata yang bersinonim
dengan datang adalah tiba dan sampai (Sugono, 2010:145). Kata tiba atau sampai diikuti preposisi di lebih
tepat digunakan dalam konteks kalimat no. 8 karena tiba dan sampai
mengandung makna sudah ada di. Contoh: saya tiba di sekolah
memiliki makna bahwa saya sudah ada di sekolah; saya datang ke sekolah mengandung
makna proses menuju sekolah.
Sebelumnya, data yang
dihimpun oleh Nuarika tidak memiliki subjek: Besoknya datang di sekolah
langsung baris di lapangan basket. Usaha Nuarika memasukkan saya merupakan
usaha untuk memunculkan unsur subjek. Namun, peletakan yang kurang tepat
mengakibatkan ketidakefektifan kalimat. Kalimat tersebut akan lebih efektif
jika ditulis:
(8a) Hari berikutnya,
begitu tiba di sekolah, saya
langsung berbaris di lapangan basket.
Penambahan kata begitu dibutuhkan
untuk kesesuaian dengan penggunaan kata langsung. Penggunaan kata langsung
menunjukkan makna tidak ada jeda waktu antara tiba dan berbaris. Penambahan
prefiks ber- dalam berbaris untuk menunjukkan bahwa berbaris adalah
kata kerja, bukan kata benda.
Dalam kasus no. 9 Nuarika
hanya memperbaiki kata terus yang dianggap tidak baku diganti dengan
kata kemudian. Konjung kemudian berfungsi
‘menggabungkan-mengurutkan’ (Chaer, 2006:150). Perbaikan yang dilakukan
oleh Nuarika masih kurang tepat karena hubungan antara klausa pertama: mereka
tidak mematuhi tata tertib dan klausa kedua: mereka diberi hukuman adalah
hubungan sebab akibat. Muslich (1990:107) menyebut konjungsi subordinatif
penyebab ditandai dengan sebab, karena, oleh karena. Juga ada konjungsi
pengakibatan meliputi: (se)hingga, sampai-sampai, dan makanya. Jadi, perbaikan yang
disarankan adalah:
(9a) Mereka tidak mematuhi
tata tertib, maka dihukum
berbaris di tengah lapangan untuk dijemur.
(9b) Karena tidak
mematuhi tata tertib, mereka dihukum berbaris di tengah lapangan untuk dijemur.
(9a) merupakan kalimat
subordinatif pengakibatan ditandai dengan konjungsi maka. (9b) merupakan
kalimat subordinatif penyebab dintandai dengan konjungsi karena. Perbaikan
lain adalah pengubahan bentuk diberi hukuman dengan bentuk dihukum karena wujud hukuman
sudah ada yaitu berbaris di tengah lapangan untuk dijemur. Imbuhan ber-
dalam berjemur diubah di- menjadi berjemur karena merupakan
bentuk kalimat pasif dengan mereka sebagai subjek.
KESIMPULAN
Perbaikan yang ditawarkan
oleh Nuarika masih mengandung kesalahan berbahasa. Jenis-jenis kesalahannya meliputi:
kesalahan penggunaan preposisi; kesalahan penggunaan konjungsi; ketidaksejajaran
bentuk; ketidaklogisan kalimat; pengaruh bahasa daerah; penyangatan yang
berlebihan; dan penggunaan dua unsur yang sama (pleonasme).
Kesalahan-kesalahan
tersebut muncul karena Nuarika hanya berfokus pada saju jenis kesalahan ketika
menganalisis sebuah kalimat. Misalnya dalam kalimat siswa yang tidak
mengikuti akan dikenakan sangsi. Perbaikan yang dilakukan oleh Nuarika
hanya terfokus pada penulisan kata sangsi, diperbaiki menjadi sanksi.
Kesalahan lain (ketidakadaan objek dan ketidaksejajaran) tidak diperbaiki.
Analisis kesalahan harus
dilakukan secara komprehensif dari semua tataran sintaksis agar kalimat
perbaikan yang ditawarkan tidak lagi mengandung kesalahan. Oleh karena itu,
meskipun titik fokus analisis kesalahan dalam makalah ini adalah tataran
sintaksis, tapi diperbaiki pula
kesalahan tataran semantik (makna kata) dan tataran morfologi (prefiks ber-
dalam berbaris) yang terdapat
dalam data.
SENARAI PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa
Indonesia (Edisi Revisi). Cet. ke-2. Jakarta: Rineka Cipta.
Nuarika, Rima Kintami. 2010. Kesalahan Berbahasa
Indonesia pada Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Grujugan Bondowoso.
Skripsi. Jember: Universitas Jember.
Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa:
Teori & Praktik. Surakarta: Yama Pustaka.
Sugono, Dendy (peny.). 2008. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia & Depdikbud.
Sugono, Dendy (peny). 2010. Tesaurus Alfabetis Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Mizan & Depdikbud.
Posting Komentar untuk "Analisis Jenis dan Bentuk Kesalahan Berbahasa beserta Perbaikannya"
Komentar bisa berupa saran, kritik, dan tanggapan. :)