Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

'Bahasa Gus Mus' dan Keteduhannya dalam Menanggapi Pencatutan Gambarnya

Hari ini, saya kembali membuka twitter. Mengisi liburan di rumah saja dan menghabiskan paket kuota banyak yang berbatas hari. Salah satu yang dibuka adalah twitter. Memang sih, menurut beberapa sumber, medsos yang paling banyak di baca adalah twitter salah satunya.

Nah, di twitter ada tulisan menarik dari Kiai asal Rembang, KH. A. Mustofa Bisri. Melalui akun twitternya, @gusmusgusmu, beliau mengonfirmasi pertanyaan yang masuk kepadanya.

Ada seorang pengikutnya yang menanyakan kebenaran pernyataan yang dibuat meme. Akun yang bertanya adalah Anjeli Nayenggita melalui akun twitternya @anjanayenggita. Anjeli Nayenggita menanyakan kepada Gus Mus, "Gus, benarkah anda pernah mengeluarkan statement seperti ini?"


Yang ditanyakan adalah statement (pernyataan) yang berbunyi berikut ini:
"Yang benci FPI itu ada lima: 1. Kafir Jahat; 2. Munafiqun; 3) Bandar narkoba; 4) pelacur & LGBT; 5) Preman tengik. Rata-rata doyan maksiat".

Menanggapi pertanyaan itu, Gus Mus dengan santai membalasnya dengan pernyataan, "Kalau Anda biasa mendengar atau membaca perkataanku, seharusnya Anda tidak perlu bertanya.  Dan yg bikin ini pasti tdk biasa dg 'bahasa'ku.😄". Seperti yang ditulis oleh Gus Mus pada 28 Januari 2017 dini hari.

Bahkan Gus Mus menambahkan emoticon tertawa dalam twitnya tersebut. Benar-benar santai dan tidak emosi terhadap pihak yang telah mencatut namanya.

Meskipun tidak secara langsung mengatakan bahwa Gus Mus pernah mengatakan hal seperti dalam meme di atas, tetapi model penulisannya menyiratkan hal itu.

Gambar yang digunakan adalah gambar foto Gus Mus. Dilihat dari gambarnya, seperti ketika sedang berceramah. Pemilihan gambar juga dipas-paskan. Yaitu memilih foto Gus Mus yang seolah sedang menghitung.

Penulisan pernyataan dalam meme juga menggunakan tanda petik "...". Menandakan bahwa itu adalah ucapan seseorang. Jadi, dibuat seolah-olah itu adalah ucapan dari Gus Mus.

Kami, lebih tepatnya saya yang kagum dan ngaku santrinya beliau di jagat maya, tentu ikut tersenyum. Sangat arif, bijaksana, dan teduh Kiai Tokoh NU ini dalam menyikapi pencatutannya.

Jika saja Gus Mus itu model ulama yang suka lapor polisi, pasti pembuat meme tersebut bisa dipidanakan atas tuduhan Penistaan Foto. Hehehe. Gus Mus tidak.

Gus Mus justru mengingatkan kepada Anjani, mungkin juga kepada seluruh orang yang mengenal dan memahami pilihan bahasa yang selalu digunakan oleh Gus Mus, seharusnya tidak perlu menanyakan hal itu. Karena dalam pernyataan tersebut sudah ada jawaban dari Gus Mus. Mungkin jika yang menjawab adalah Iwan Fals maka jawabannya begini: "Muke gile, mana mungkin gue gitu".

Kelima istilah yang digunakan dalam meme memang tidak pernah keluar dari lisan (awalnya saya mengetik mulut. hehehe tapi gak berani) beliau.

Sejauh saya memabaca tulisan-tulisan beliu di buku, koran, dan twitter. Juga ketika membaca pernyataan di televisi dan video, beliau tidak pernah menggunakan kata-kata kasar. Selain itu, beliau adalah penutur bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tulisan-tulisannya selalu menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Misalnya dalam menulis munafikun tidak mungkin beliau menulis munafiqun. Itu tulisan lebai dan kearab-araban. Juga penulisan rata2 yang memkai angka dua. Jelaslah tidak mungkin.

Gus Mus itu orang Rembang, Jawa. Jadi, biasanya susunan kalimat dan pernyataannya dipengaruhi oleh istilah-istilah Jawa. Nah, bagian akhir pernyataan dalam meme Gus Mus di atas menunjukkan bahwa itu dipengaruhi oleh logat Jakarta, "Rata-rata pada doyan maksiat".

Penggunaan kata pada dalam kalimat tersebut tidak menunjukkan arti 'kepada', melainkan sisipan istilah yang bisa digunakan untuk menyatakan orang banyak. Nah, kata 'pada' tersebut yang biasanya digunakan oleh penutur bahasa di Jakarta.

Kalau saya, sih memang tidak anti FPI, tetapi juga jangan menghalalkan segala cara begini dong. Jangan asal catut, apalagi yang dicatut adalah Gus Mus, tokoh yang tak mau ribut dengan perkara dunia, perkara daging istilahnya beliau.

Lha wong diminta memimpin NU sebagai Rais Syuriah aja lebih memilih mati daripada harus menerimanya. Apalagi sebatas urusan FPI. NU saja gak mau ngurusi apalagi organisanya Si Habib ini.

Catatan:

Mbak Anjani Nayenggita, tolong dong jangan gunakan kata 'Anda', karena kata tersebut kesan maknanya juga kurang sopan karena biasanya digunakan untuk orang yang baru dikenal yang setara. Sementara orang yang lebih dihormati biasanya digunakan sapaan langsung.

Dalam pertanyaan itu mungkin lebih sopan kalau digunakan kalimat seperti ini:
"Gus, benarkah Gus Mus pernah mengeluarkan statement seperti ini?"

Tapi saya yakin, Gus Mus tidak pernah mempermasalahkan hal ini. Sama sekali tidak. Saya saja yang kurang sreg.

Ngapunten.....


3 komentar untuk "'Bahasa Gus Mus' dan Keteduhannya dalam Menanggapi Pencatutan Gambarnya"

  1. Bagus, iklannya buanyak... Hehe.. 😀.

    BalasHapus
  2. Bagus, iklannya buanyak... Hehe.. 😀.

    BalasHapus