Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Mengidentifikasi Informasi Teks Tanggapan Novel Student Hidjo karya Mas Marko Kartodikromo

Mengidentifikasi Informasi Teks Tanggapan  Novel Student Hidjo karya Mas Marko Kartodikromo

Jika ditanyakan kepada siapa pun yang pernah mempelajari kesastraan Indonesia selama 30 tahun terakhir tentang siapa itu Marco Kartodikromo, atau lebih populer dikenal Mas Marco, mungkin tidak sampai seperseratus persen yang pernah mendengar namanya. Bukan suatu kesalahan jika Mas Marco tidak dikenal. Nama dan karyanya seperti Student Hidjo memang tidak pernah disinggung ataupun dimasukkan ke dalam karya sastra.

Novel Student Hidjo | Sumber gambar: bukukita.com


Student Hidjo pertama kali muncul tahun 1918 dalam cerita bersambung di harian Sinar Hindia. Setahun kemudian, baru terbit dalam bentuk buku. Usia peredarannya tak lama, karena disita oleh pemerintah kolonial. Buku-buku karya Mas Marco yang dikenal sebagai jurnalis sekaligus aktivis gerakan politik penentang kolonialisme Belanda, dipandang begitu membahayakan. Ketakutan penguasa di kala itu bukan tak beralasan. Karya-karya Mas Marco terutama Student Hidjo berbeda dengan tema umumnya karya-karya sastra sezaman yang ‘direstui’ oleh pemerintah kolonial.

Pada masa peredaran novel, ada dua lembaga penting dalam penyediaan bacaan bagi rakyat Hindia Belanda. Pertama Komisi Bacaan Rakyat, Commisie voor de Inlandsche School en Volkslektuur, yang didirikan tahun 1908. Komisi ini banyak menerbitkan karya sastra terjemahan bertemakan romantisme Eropa. Kedua, Balai Pustaka, 1917, menerbitkan karya-karya sastra dengan bahasa baku Melayu Tinggi seperti Azab dan Sengsara, 1920, karya Merari Siregar, disusul Siti Nurbaya, 1922, karya Marah Rusli.

Berbeda dengan tema sastra sang induk semang Komisi Bacaan Rakyat, tema yang diangkat Balai Pustaka di awal pendirian adalah seputra kritik terhadap adat kuno, terutama Minangkabau. Kisah-kisah seputar kawin paksa yang mendatangkan sengsara dan kehidupan seputar lingkaran hitam-putih tentang yang baik dan buruk secara etika.

Karya Student Hidjo menggambarkan secara plastis kehidupan kaum priyayi Jawa dengan kemudahan-kemudahan yang mereka peroleh, seperti kemudahan menimba pendidikan. Suasana pergerakan terutama Sarekat Islam, tempat para tokoh novel mencurahkan sebagian waktu dan kegiatan, menjadikan novel ini kental dengan politik. Bahkan kisah cinta sepasang tokoh novel pun diwarnai dengan kegiatan politik.

Kisah diawali dengan rencana orang tua Hidjo menyekolahkan ke Belanda. Ayah Hidjo, Raden Potronojo berharap dengan mengirimkan Hidjo ke Belanda, dia bisa mengangkat derajat keluarganya. Meskipun sudah menjadi saudagar yang berhasil dan bisa menyamai aya hidup kaum priyayi murni dari garis keturunan, tidak lantas kesetaraan status sosial diperoleh, khususnya di mata orang-orang yang dekat dengan gouvernement, pemerintah kolonial. Berbeda dengan sang ayah, sang Ibu Raden Nganten Potronojo khawatir melepas anaknya ke negeri yang dinilai sarat “pergaulan” bebas.

Pendidikan di Belanda ternyata membuka mata dan pikiran seluas-luasnya. Pertama, yang dianggap Belanda “besar”  mendapat julukan “pendito” akhirnya pun terlibat hubungan percintaan dengan Betje, putri directeur salah satu maatschapij yang rumahnya ditumpangi Hidjo selama studi di Belanda. Pertentangan batin panggilan pulang ke Jawa,  akhirnya menguatkan Hidjo untuk memutuskan tali cinta pada Betje.

Persoalan menjadi sedikit berliku-liku karena perjodohan dengan Raden Adjeng Biroe yang masih keluarga. Sesungguhnya Hidjo terpikat dengan Raden Adjeng Woengoe, putri Regent Jarak yang sangat cantik. Di akhir cerita, ketegangan mendapat penyelesaian. Kebebasan memilih dan bercinta diangkat ketika Hidjo tidak langsung setuju pada pilihan orang tuanya. Akan tetapi, ia mencari istri idaman.

Rumus perjodohan berubah. Hidjo dijodohkan dan menikah dengan Woengoe. Sementara itu, Biroe dengan Raden Mas Wardojo kakak laki-laki Woengoe. Semua, baik yang menjodohkan dan yang dijodohkan menerima bahagia. Betapa cerita perjodohan tidak selalu berakhir dengan tangis dan sengsara. Juga ditampilkan, mentalitas Nyai tidak selalu ada dalam diri inlander, yaitu ketika Woengoe menolak cinta Controleur Walter.

Selain itu, pengalaman Hidjo di Negeri Belanda membuka matanya. Ia melihat bahwa di negerinya sendiri bangsa Belanda ternyata tidak ‘setinggi’ yang ia bayangkan. Hidjo menikmati sedikit hiburan murah ketika dia bisa memerintah orang-orang Belanda di hotel, restoran, atau di rumah tumpangan yang mustahil dilakukan di Hindia.

Dua buku dengan versi berbeda diterbitkan tahun 2000 berdasarkan naskah lama Student Hidjo. Namun sayang, penyesuaian ejaan maupun bhasa mengurangi cita rasa klasik roman Student Hidjo. Perubahan terparah dilakukan Penerbit Bentang Budaya sedemikian rupa hingga mendekati pemerkosaaan naskah. Secara dokumentasi kedua versi tidak bisa digunakan sebagi buku sumber, source book. Bentang Budaya merusak gaya Mas Marco karena bahasa Hindia Belanda kala itu diusahakan sesuai dengan bahasa Indonesia terkini.

Sebagai salah satu contoh, dialog berikut cukup menjelaskan persoalan tersebut. Di naskah asli tertulis: ...”Meneer Djepris,” kata Contoleur kepada Sergeant jang hendak masoek sekolah Militair itoe, waktuoe dia maki-maki kepada Djongos kapal orang Djawa, lantaran Djongos itoe koerang tjepat melajani permintaannja itoe Djepris (h110-111). Bentang Budaya mengubah menjadi: “Meneer Djepris!” kata Controleur kepada Sergeant yang hendak sekolah militer itu sewaktu dia sedang memaki-maki kepada orang Jawa ayang menjadi jongos kapal, lantaran jongos itu kurang cepat melayaninya. (hlm 142-143).

Namun, terlepas dari hal tersebut, upaya untuk memperkenalkan salah satu karya yang tidak hanya menarik. Akan tetapi, terasa begitu radikal pada zamannya dan patut dihargai. Sebagai pengarang, Marco Kartodikromo sangat pantas mendapat tempat dalam kanon kesastraan sebagai salah satu pendobrak dengan beberapa karya lainnya seperti “Maahariah” dan “Mata Gelap”.

Novel ini sebetulnya sudah membuka suat soal bahwa kesastraan bukan sekadar penghibur, tetapi suat wacana politik dan sosial yang mengemban tugas menembus ruang-ruang publik. Pada gilirannya kesusastraan adalah jalan menuju pembebasan dari belenggu ketertindasan.

Sumber: Nova Christina/Litbang Kompas, 21 September 2021

 

Pertanyaan yang sama diajukan untuk teks berikut.

Maksud dari pertanyaan yang sama adalah pertanyaan yang sebelumnya ditanyakan pada teks karya seni Affandi.

1.       Karya apakah yang ditanggapi?

2.       Siapa yang menghasilkan karya tersebut?

3.       Siapa yang menanggapi?

4.       Bagaimana bentuk tanggapannya?

5.       Bagaimana cara menanggapinya?

Maka jawabannya adalah sebagai berikut:

Karya apakah yang ditanggapi?

Jawaban: Yang ditanggapi adalah Novel yang berjudul Student Hidjo. Novel yang terbit sebelum Indonesia merdeka. Yang diterbitkan ulang pada tahun 2000-an.

Siapa yang menghasilkan karya tersebut?

Jawaban: Yang menghasilkan karya tersebut adalah Marco Kartodikromo yang biasa dipanggil Mas Marco.

Siapa yang menanggapi?

Yang menanggapi Novel Student Hidjo karya Mas Marco Kartodikromo adalah Nova Christina dari Litbang Kompas.

Bagaimana bentuk tanggapannya?

Jawaban: Nova Christina menanggapi positif Novel Student Hidjo sebagai Novel yang ‘berani’ menentang penjajahan dan termasuk pendobrak di zamannya karena menyuarakan kesetaraan antara Bangsa Indonesia dan Bangsa Belanda, antara Penjajah dan Terjajah. Terlihat dari Mas Marco berani mencintai Betje bahkan meninggalkannya karena lebih cinta pada tanah air. Juga berani menyuruh orang-orang Belanda.  Nova Christina juga memberikan tanggapan negatif pada penerbit yang menerbitkan ulang Novel Student Hidjo karena mengubah bahwa gaya bahasa Klasik sehingga tidak sama dengan karya asalnya.

Bagaimana cara menanggapinya?                    

Jawaban: Cara menanggapi karya tersebut adalah dengan menceritakan isi novel dan penggambaran yang dilakukan dikaitkan dengan kehidupan nyata pengarang serta lingkungan sosial budaya dan politik di zaman karya itu lahir. Juga dibandingkan antara terbitan versi asli dengan terbitan terbaru yang memiliki banyak perbedaan yang mempengaruhi keaslian gaya bahasa Mas Marco.

Demikian penjelasan tentang Menyimpulkan Informasi Isi Teks Tanggapan Novel Student Hidjo karya Mas Marco Kartodikromo. Semoga bermanfaat.

1 komentar untuk "Mengidentifikasi Informasi Teks Tanggapan Novel Student Hidjo karya Mas Marko Kartodikromo"