Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Makna Puisi: 'Apakah Kau Terlalu Bebal atau Aku Terlalu Peka' Karya Gus Mus - KH Mustofa Bisri

Telah menjadi karakater KH Mustofa Bisri, Kiai sekaligus dikenal sebagai sastrawan, dalam syairnya selalu menggunakan pilihan kata yang lugas tapi berima. Tak jarang, juga selalu memunculkan paradoks-paradoks dalam tiap baitnya. 

Bagian awal bait bisa bertentangan dengan bagian akhir tiap bait puisinya. Keindahan Puisi Karya Gus Mus, ini bukan karena penggunaan kata indah yang mendayu-dayu. Bukan pada kerumitan kata dan kalimat yang membuat berpikir. Juga bukan kerumitan makna yang membuat ambigu. 

Keindahan Puisi Gus Mus, terletak pada kemampuan deskripsi dan narasi sosial dengan sangat lugas. Dalam puisi yang membuka dengan gamblang realitas dunia. Tapi tetap Puisi Gus Mus adalah untaian kalimat yang padat makna. 

Gus Mus saat membaca Puisi: Apakah Kau Terlalu Bebal Atau Aku Terlalu Peka | Sumber: NU Online


Termasuk Puisi terbarunya yang berjudul Apakah Kau Terlalu Bebal atau Aku Terlalu Peka. Puisi yang dibacakan oleh Gus Mus di acara yang dihadiri oleh Duta Besar Palestina untuk Indonesia. --lihat rilis NU Onlie.

Berikut ini adalah Naskah Puisi Lengkap Karya KH Mustofa Bisri: Apakah Kau Terlalu Bebal Atau Akau Terlalu Peka.

Apakah kau terlalu bebal atau aku yang terlalu peka? 

Ketika mobilmu melanda seekor anjing di jalan 

Dan kurasakan derak tengkoraknya yang remuk digilas ban radialmu 

Aku ingin muntah dan kau ngakak sambil mengumpat “mampus kau, najis!”


Apakah kau terlalu bebal atau aku yang terlalu peka?

Di depan layar datar televisi produk mutakhir

Di ruang keluarga yang lapang dan terang benderang

Kau dan keluargamu menyaksikan gelombang gelap melanda beberapa kawasan di dunia

Bahkan di negerimu sendiri sambil melahap pizza dan ayam goreng Amerika

 

Di layar kaca dalam warna sesuai aslinya

Kalian lihat asap mengepul

Orang-orang berlarian tanpa arah

Bocah-bocah kurus pucat di pelukan ibunya yang meraung-raung di samping mayat lelaki yang terkapar berbantalkan sepotong paha kawannya 

 

Terdengar dari speaker stereomu dentuman demi dentuman

Gelegar meriam berbaur dengan lengking tangis dan jeritan putus asa anak-anak manusia

Layar kaca terus menayangkan gambar hidup orang-orang mati dan orang-orang yang berangkat mati

Di Somalia, kerangka-kerangka hidup rakyat tanpa daya

Dikeroyok anjing-anjing dan dikerubuti lalat-lalat yang juga lapar

Anak-anakmu berebut fried chicken yang hangat

Seperti politisi-politisi musiman berebut kursi

Seperti pakar-pakar kambuhan berebut benar

 

Puing-puing di Irak, di Libia, di Syiria, di Yaman meluapkan bau bangkai dan mesiu

Di Gaza, potongan-potongan mayat bergelimpangan di antara reruntuhan bangunan

Seperti kena kutuk, kematian dan pembantaian terus berlangsung di berbagai belahan dunia

 

Istrimu menyodorkan piring pizza ke mukamu

Kau menghirup sedap aromanya sebentar, lalu menjejalkan sepotong ke mulutmu

Seperti para pengamat yang menjejalkan potongan-potongan pernyataan ke telinga media yang terbuka

Seperti kelompok Muslim kota yang baru menghirup sedap aroma Islam, lalu menjejalkan sepotong pemahaman mereka ke mana-mana 

 

Kekuatan dengan dingin terus menggerus yang lemah

Keganasan dengan bangga melalap segala

Kekerasan mencabik-cabik persaudaraan

Dendam membakar sisa-sisa kemanusiaan

Kengerian mencekam di seantero kota dan desa

 

Ibu pertiwi pun bersimbah darah

Air mata tak putus-putus pula mengalir di tanah air

Dan kau sekeluarga bersendawa

Setelah mengeroyok makanan Amerika

Dan meneguk kaleng-kaleng Coca-Cola

Seperti para elit politik yang merasa lega

Manuver mereka berhasil meramaikan pers merdeka

Seperti para mualaf metropolitan yang merasa nyaman meneriakan takbir jihad dan retorika takwa dan iman

 

Pemandangan memilukan pun tak mampu mengusik seleramu

Apalagi tak lama kemudian sinetron yang seronok dengan cepat membawamu kembali ke duniamu

Seperti para koruptor tak terusik oleh berita-berita pengusutan korupsi

Apalagi tak lama kemudian

Berita pengusutan itu menguap tak berkelanjutan lagi

 

Apakah kau terlalu bebal atau aku yang terlalu peka?

Kau dan kawan-kawanmu menyaksikan ibu dan saudara-saudaramu diperkosa dan dilecehkan

Dan zakar kalian tegang seperti menonton film biru picisan

Seperti para cerdik pandai dan jurkam partai yang orgasme mendengar suara mereka sendiri

 

Oh, virus apa gerangan yang telah menyerang nurani kalian?

Pemandangan yang mengerikan pun tak mampu mengganggu nafsumu

Apalagi segera datang tayangan gosip selebritis yang penuh gelak tawa

Mengasyikkan dan menghiburmu seperti para pemimpin yang tak terganggu oleh keluh kesah keresahan rakyat mereka

Apalagi segera datang dukungan dari kawan untuk mempertahankan kedudukan

 

Bila kau dan kawan-kawanmu sesekali membicarakan bencana kemanusiaan ini di kafe-kafe

Sambil mendengarkan para artis bernyanyi

Atau di hotel-hotel berbintang sambil mendengarkan para pakar berteori

Kau pun telah merasa ikut berjasa dalam mencari solusi 

 

Dan setelah itu kehidupan pun kalian jalani seperti biasa

Dengan gaya yang sama dan irama yang sama

Seolah-olah kalian berada di luar masalah manusia


--KH. Mustofa Bisri--

 

Puisi Gus Mus di atas sudah sangat lugas, sudah sangat tegas. Tidak perlu menggunakan kata-kata ambigu untuk menyamarkan arti. Gus Mus sedang 'memarahi' kita. Kita semua tanpa terkecuali. 

Pembaca tentu akan tersindir dengan Puisi tersebut. Kita semua tanpa terkecuali. Karena setiap yang digambarkan dalam Puisi tersebut juga pernah kita lakukan. Pertanyaan seperti dalam judul puisi Gus Mus tersebut: Apakah Kau Terlalu Bebal Atau Aku Terlalu Peka sebenarnya buka berupa pertanyaan, tapi tamparan: Kau Bebal! Pekalah!

Gus Mus menggambarkan dunia, manusia, dan masing-masing kita yang sama sekali tidak peduli. Padahal tontonan sangat nyata. Keadaan tentang perang, tentang bencana, tentang keadaan sekitar. 

Kesedihan terjadi tidak hanya di tempat-tempat yang disebut dalam puisi secara langsung 'Somalia, Libia, Yaman, Gaza' Itu tempat konflik dengan gambara yang sangat jelas. Digambarkan oleh Gus Mus: Di layar kaca dalam warna sesuai aslinya. 

Bahkan di negeri sendiri, maksudnya adalah Indonesia, juga sempat terjadi bencana kelaparan baik dalam sekala wilayah. Juga skala individu lingkungan tertentu. 

Ironisnya, kita 'hanya menonton'. Bahkan sambil melahap makanan. Oleh Gus Mus disebut makanan dan minuman Amerika. Yang secara langsung disebut merk adalah Radial dan Coca-cola. Secara tidak langsung Gus Mus menyindir kita, menunjukkan bahwa kita adalah bagian dari pendukung pembuat bencana: perang. 

Membaca karya-karya Gus Mus selalu merasa menggenggam pisau bermata dua tepat di bilah tajamnya. Menusuk juga ke diri kita. Maka, tak salah jika Puisi Gus Mus disebut Puisi Introspeksi.

Posting Komentar untuk "Makna Puisi: 'Apakah Kau Terlalu Bebal atau Aku Terlalu Peka' Karya Gus Mus - KH Mustofa Bisri"