Lafal atau Lafadz atau Lafaz | Serapan Bahasa Arab dalam Bahasa Indonesia
Lafal atau Lafadz atau Lafaz
Penyerapan bahasa asing ke dalam Bahasa Indonesia acap kali
memunculkan masalah. Masalah yang muncul antara lain berkaitan dengan
pengucapan atau adaptasi (pengindonesiaan) juga berkaitan dengan perbedaan
makna.
Masalah yang
berkaitan dengan pengucapan atau penulisan terutama berasal dari bahasa yang
menggunakan huruf berbeda. Misalnya, Bahasa Indonesia menggunakan huruf latin,
sementara Bahasa Arab menggunakan aksara Arab. Penyerapan dari Bahasa Arab
menjadi Bahasa Indonesia harus pula menyesuaikan penggunaan hurufnya.
Masalah penyerapan
ini semakin kompleks jika penyerapan suatu kata melalui dua proses. Misalnya,
proses pertama, kata dari Bahasa Arab telah terlebih dahulu diserap ke dalam
Bahasa Jawa. Setelah itu, seiring berjalannya waktu, kata tersebut yang awalnya
dari Bahasa Arab, kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia melalui Bahasa
Jawa.
Contoh kata perlu, merupakan kata yang pada
mulanya berasal dari Bahasa Arab (فرض), jika ditransliterasikan susunan kata
asli dalam bahasa Arab adalah fardlu.
Jika diterjemahkan, arti fardlu
adalah wajib, harus, butuh.
Kata fardlu diserap ke dalam
Bahasa Jawa, dengan pengucapan sesuai dengan lidah Jawa menjadi parlu lambat
laun menjadi perlu. Dalam bahasa Jawa, perlu memiliki arti butuh.
Contoh dalam kalimat:
Aku nduwe perlu karo awakmu. (=saya ada keperluan dengan
kamu)
Aku perlu duwit (=saya butuh uang).
Kata perlu dalam bahasa Jawa itu
kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia tanpa proses adaptasi.
Penyerapan kata perlu menjadi
Bahasa Indonesia tidak mengalami bentrokan dengan kata aslinya. Hal ini disebabkan
karena hubungan yang sudah jauh dengan kata asalnya. Seakan-akan kata perlu tidak
berasal dari Bahasa Arab.
Sementara, untuk beberapa kata
permasalahan muncul karena terjadi bentrokan
penulisan antara yang sudah Indonesia dengan penyesuaian dan Bahasa
Indonesia yang masih terasa Arab.
Misalnya, kata lohor dan lafal.
Kata lohor merupakan serapan dari Bahasa Arab dzuhur (ظهر) yang berarti tengah hari
(berkaitan dengan waktu salat pada siang hari). Bahasa Indonesia juga mengenal
kata zuhur yang diserap langsung dari bahasa Arab.
Kata lafal mengalami hal yang
sama. Kata itu diserap dalam dari bahasa Arab lafdzun (لفظ ). Sebagian orang terlanjur terbiasa
mengucapkan lafadz karena sudah
terbiasa mengaji Bahasa Arab.
Penutur Bahasa Indonesia, yang sudah
terbiasa mengucapkan kata lafadz karena mengaji tata Bahasa Arab di
pondok pesantren misalnya, akan kesulitan menulis lafal. Mereka akan
memilih menuliskan lafadz atau lafad karena memiliki pendapat
bahwa tulisan itulah yang benar.
Padahal, kata لفظ dalam
Bahasa Arab diserap menjadi lafal dalam Bahasa Indonesia. Kata ini sudah diakui
dan sebenarnya juga sudah terasa Indonesia karena sudah diperlakukan
seperti kata lain dalam Bahasa Indonesia, tidak diperlakukan khusus.
Bukti bahwa kata lafal sudah
sangat terasa keindonesiannya antara
lain sudah bisa mendapat imbuh dan tidak lagi ditulis miring sebagai wujud cara
penulisan kata dan istilah asing. Kata lafal bisa dilekati berberapa
imbuhan atau afiks, antara lain menjadi pelafalan, dilafalkan,
melafalkan.
Jadi, tulisan yang benar dalam Bahasa
Indonesia adalah lafal bukan lafadz, lafaz, atau lafad. Bagi sebagian
orang tetap menulis lafaz dirasa lebih keren dan lebih benar.
Tidak apa. Tetapi, ini Bahasa Indonesia, lebih baik menjadi diri sendiri.
Diserap disesuaikan dengan Bahasa Indonesia. Tidak harus menjadi Arab.
Lafaz sudah ada di KBBI
BalasHapushttps://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/lafaz
lafal sama lafaz beda makna om...
BalasHapus