Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Cerita Rakyat Jember | Dua Ayam Jago Pangeran Puger

Dua Ayam Jago Pangeran Puger yang Sakti Mandraguna Sebuah Cerita Rakyat dari Jember Selatan


Cerita ini saya dapat dari penuturan Bapak. Menurutnya, cerita ini didapat dari tutur tinular yang menyebar dari teman-teman ketika kecil. Tentu bapak becerita dalam versinya dalam bahasa Jawa Jemberan.

Sebelumnya perlu dijelaskan dulu bahwa Puger masa kini dikenal sebagai salah satu kota kecamatan yang ada di pesisir selatan Kabupaten Jember. Puger dikenal pula sebagai pelabuhan nelayan yang juga memliki tempat pelelangan ikan.


Puger sebelum menjadi nama kecamatan di Kabupaten Jember, pada masa lalu juga dikenal sebagai pusat pemerintahan kerajaan Sadeng. Salah satu kerajaan kecil di bawah penaklukan Majapahit. Nama Puger diyakini berasal dari nama Mpu Seger. Wilayah kekuasaan Kerajaan Sadeng yang dipimpin Pangeran Puger meliputi seluruh wilayah selatan Kabupaten Jember, termasuk di dalamnya adalah kecamatan Ambulu, Kecamatan Wuluhan, Kecamatan Puger, dan Kecamatan Kencong.

Berikut adalah cerita dongeng Dua Ayam Jago Pangeran Puger dari Kabupaten Jember:

Dahulu kala Pangeran Puger memiliki dua ayam jago yang digadang-gadang menjadi jawara dalam setiap sabung ayam. Satu ayam berwarna putih mulus, dan satunya lagi berwarna hitam mulus. Putih mulus adalah istilah yang digunakan untuk menyebut warna ayam yang putih keseluruhan bagian tubuhnya, mulai dari paruh, cakar, hingga ekor berwarna putih. Begitu pula dengan hitam mulus, seluruh bagian tubuh ayam jago tersebut berwarna hitam.

Dalam sebuah pertandingan, ayam-ayam Pangeran Puger tersebut selalau meraih kemenangan meskipun dengan perjuangan yang keras. Kemudian, ayam jago milik Pangeran Puger kalah tanding. Ayam Jago Putih pada mulanya yang kalah. Kemudian, ayam hitam juga kalah.

Mengetahui kekalahan yang dialami oleh ayam-ayam kesayangannya, Pangeran Puger mengeluarkan titah,

“Segera bawa ayam-ayamku ke pelosok kerajaan ini untuk tirakat!”

Mendengar titah dari sang raja, para pengawal yang memang bertugas untuk mengurus ayam kesayangan sang raja bergegas melaksanakan.

“Mau kita bawa ke mana ayam ini?” Tanya pengawal yang membawa Ayam Putih.

“Yang penting bawa saja dulu, kita pasti ada tempat.” Jawab pengawal yang membawa Ayam Hitam.

Belum seberapa jauh kedua pengawal itu berjalan, mereka berdua mendapat pengarahan dari guru spiritual Pangeran Puger,

“Bawalah ayam-ayam ini ke pedalaman gunung watangan. Di sana ada sebuah dusun kecil. Biarkan ayam-ayam ini tirakat agar menjadi sakti mandraguna dan tak terkalahkan.”


Segera kedua pengawal membawa ayam jago ke dusun yang dimaksud. Di kaki gunung Watangan yang ada di pesisir selatan pulau jawa. Di tempat itu, ayam-ayam itu dikurung di dua tempat berbeda di dekat lesung.

Ayam putih dikurung di utara lesung, sementara ayam hitam dikurung di selatan lesung. Kedua ayam itu tidak diberi makan. Kedua ayam itu hanya makan dari percikan bulir padi dan dedak yang terpental dari proses menumbuk padi.

Hampir setiap hari, penduduk pemilik lesung batu itu menggunakan lesungnya. Tetapi seperti perintah para pengawal raja, dia maupun orang lain di dusun itu sama sekali tidak pernah memberikan makanan untuk kedua ayam jago yang sedang di kurung.

Setelah sembilan purnama berlalu, pengawal kembali ke dusun di kaki gunung watangan. Kedua pengawal itu mendapat perintah untuk menyamarkan keberadaan Ayam Putih dan Ayam Hitam milik Pangeran Puger yang pernah dikalahkan. Maka, sebelum sampai di tempat ayam jago bertama, kedua pengawal terlebih dahulu memotong pohon bendo. Pohon yang memiliki getah yang bisa mengubah warna.

Sesampai di lesung tempat kedua ayam ditirakatkan, kedua pengawal segera membuka kurungannya bersamaan. Begitu dibuka, kedua ayam segera bertarung dan mengejar. Kedua ayam itu berhambur saling menyerbu dan nabluk (Jawa: menyerang dengan taji). Karena terhalang oleh lesung, taji kedua ayam itu mengenai lesung batu. Seketika, lesung batu besar terbelah akibat aduan ayam yang tidak disengaja itu.

“Wah hebat betul ayam-ayam ini. Batu sebesar itu bisa pecah sekali tabluk!”
“Iya, ayo segera kita amankan ayam-ayam ini!” Jawab rekan pengawal yang lain.

Setelah tertangkap, kedua ayam itu dilumuri dengan getah bendo. Ayam yang awalnya putih berubah warna menjadi berwarna ‘klawu bendo’ (abu-abu), sementara ayam jago yang hitam berubah menjadi jago wiring nggalih.

Setelah mengetahui kesaktian kedua ayamnya yang telah menjalani tirakat selama sembilan purnama, Pangeran Puger memerintahkan abdi dalemnya untuk memisahkan keduanya.

“Kuperintahkan kau untuk membawa ayam putih ini ke ujung timur kerajaan, sementara ayam hitam ini harus kau bawa ke ujung barang kerajaan.” Pangeran Puger memberi perintah kepada abdinya.

“Baik, Pangeran!” Jawab para pengawal. Mereka berdua bergegas menjalankan perintah sang raja.

Kedua ayam itu harus dipisah yang jauh agar tidak menimbulkan kerusakan dan keributan saat keduanya bertarung. Di tempat yang terpisah. Ayam putih yan sudah menjadi ayam ‘klawu bendo’ menjadi ayam yang tidak terkalahkn. Sementara ayam hitamyang sudah menjadi Jago wiring nggalih juga tak terkalahkan.



Diyakini bahwa, tempat ayam ‘klawu bendo’ milik Pangeran Puger dipelihara di Desa Kesilir, sehingga hingga kini ayam jago yang berwarna abu-abu di desa itu dianggap sebagai keturunan dari ayam jago milik Pangeran Puger.

2 komentar untuk "Cerita Rakyat Jember | Dua Ayam Jago Pangeran Puger"

  1. Mohon maaf, adakah kontak yang bisa dihubungi dari penulis artikel ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. ada. lewat email bisa. lewat facebook bisa. ada di halaman kontak. saya sendiri yang menulis. hehehehe.

      Hapus