Teks Eksplanasi Perlawanan Ulama Pejuang: Pangeran Diponegoro
PERLAWANAN ULAMA PEJUANG: PANGERAN DIPONEGORO
Pada tahun
1825 Belanda bermaksud menyambung dan memperlebar jalan melalui tanah makam
leluhur Pangeran Diponegro dengan tidak minta izin lebih dulu kepada Pangeran
Diponegoro. Hal itu menyebabkan Pangeran Dip0negoro marah karena
mengesampingkan beliau sebagai wali raja sekaligus ulama kharismatis di
Kesultanan Yogyakarta.
Pada waktu
diadakan pemasangan pancang-pancang oleh suruhan Belanda, pancang-pancang itu
dicabuti oleh suruhan Pangeran Diponegoro. Wakil Belanda, Residen Smissaert,
meminta Pangeran Mangkubumi (paman Pangeran Diponegoro) untuk memanggil
Pangeran Diponegoro. Setelah Pangeran Mangkubumi bertemu dengan Pangeran
Diponegoro, ia malah bergabung dengan Pangeran Diponegoro untuk melakukan
perlawanan. Pada tanggal 20 Juli 1825 rumah kediaman Pangeran Diponegoro di
Tegalrejo diserang dan dikepung oleh pasukan berkuda di bawah pimpinan
Chevalier dengan maksud untuk menangkap Pangeran Diponegoro.
Dalam pertempuran
itu Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi lolos. Namun, rumah Pangeran
Diponegoro dibakar oleh Belanda. Sejak itu Pangeran Diponegoro bertekad melawan
Belanda untuk menegakkan kemerdekaan dan keadilan dari kaum penjajah.
Perjuangan
Pangeran Diponegoro mendapat simpati luas. Para pengikutnya pun bertambah
banyak. Oleh karena itu, pasukan Pangeran Diponegoro dibagi menjadi beberapa
bataliyon dan setiap bataliyon diberi nama sendiri misalnya Turkiya, Arkiya,
dan sebagainya.
Dalam peperangannya,
Pangeran Diponegoro mempergunakan sistem gerilya. Mereka tidak pernah
mengadakan penyerangan secara besar-besaran. Akan tetapi hanya dengan perang
lokal secara sporadis. Siasat ini ternyata sangat efektif dan menjadikan
Belanda kewalahan.
Untuk
menghindari serbuan Belanda, Pangeran Diponegoro memindahkan pusat
pertahanannya ke Daksa (sebelah barat laut Yogyakarta). Selanjutnya
serangan-serangan terhadap Belanda dilakukan dari Daksa sebagai pusat
pertahanan yang baru. Bersamaan dengan itu, atas desakan rakyat, para bangsawan
dan ulama, Pangeran Diponegoro mengangkat diri sebagai kepala negara dengan gelar “Sultan Abdulhamid
Herucakra Amirulmukminin Sayidin Panatagama Kalifatullah Tanah Jawa”. Setelah
diadakan penobatan, didirikanlah pusat negara, yakni Plered dengan pertahanan
yang kuat. Hal itu dilakukannya untuk menjaga kemungkinan apabila mendapat
serangan dari pihak Belanda yang mungkin muncul sewaktu-waktu. Pertahanan
daerah Plered ini ditangani oleh Kerta Pengalasan.
Usaha untuk
memperkuat pertahanan di Plered itu ternyata cukup efektif. Pada tanggal 9 Juni
1826, dengankekutannya yang besar, Belanda berusaha menyerang Plered. Usaha
Belanda itu tidak berhasil. Selanjutnya untuk meningkatkan pertahanan di
Plered, Kerta Pengalasan diganti oleh dua orang
pemuda yang gagah berani yaitu Sentot yang bergelar Ali Basah
Prawiradirja dan Prawirakusuma yang kedua-duanya masih berusia 16 tahun.
Pada
permulaan Juli 1826 Belanda mengulangi serangannya ke Daksa lagi. Oleh Pangeran
Diponegoro Daksa telah dikosongkan terlebih dahulu. Sewaktu tentara Belanda
kembali dari Daksa untuk menuju ke Yogyakarta dengan tiba-tiba dihadang dan
dibinasakan oleh pasukan Pangeran Diponegoro dari tempat persembunyiannya.
Setelah mendapat kemenangan itu pasukan Pangeran Diponegoro dengan secepat
kilat menghilang dari Daksa. Beberapa bulan setelah mendapat kemenangan itu
atas anjuran Kyai Mojo (penasihat Pangeran Diponegoro), Pangeran Diponegoro
mengadakan penyerangan besar terhadap daerah Surakarta. Pada bulan Oktober 1826
pasukan Pangeran Diponegoro menyerang Belanda di Gawok, sebelah barat daya
Surakarta dan mendapat kemenangan yang
gemilang. Akan tetapi, Pangeran Diponegoro terpaksa harus diangkut dengan tandu
ke lereng Gunung Merapi karena beliau terluka.
Setelah
sembuh dari sakitnya, pada tanggal 17 November 1826 Pangeran Diponegoro
berangkat ke Pengasih (sebelah barat Yogyakarta) untuk mengadakan perlawanan
terhadap Belanda lagi. Perlawanan antara kedua belah pihak itu berhenti setelah
diadakan gencatan senjata (10 Oktober 1827) wakil-wakil dari kedua belah pihak
mengadakan perundingan, tetapi mengalami kegagalan.
Pangeran
Diponegoro mendirikan keraton di Sambirata (dekat Pengasih) sebagai pusat
negara baru. Belanda (tahun 1828) mulai mendirikan benteng-benteng secara
teratur dengan maksud untuk mempersempit
daerah kekuasaan Pangeran Diponegoro. Pada waktu Sambirata diadakan perayaan
sehubungan dengan berdirinya pusat negara baru, Belanda secara mendadak
mengadakan serangan terhadap Pangeran Diponegoro di Sambirata. Beruntung dalam serangan
itu, Pangeran Diponegoro dapat meloloskan diri ke Pengasih melanjutkan
peperangan. Sementara itu di Kroya, Sentot berhasil merampas empat ratus pucuk
senapan dan meriam beserta mesiunya serta dapat menawan beratus-ratus orang
Belanda. Akan tetapi, Kyai Mojo dapat ditangkap Belanda dalam pertempuran di
lereng Gunung Merapi.
Untuk
menangkap Pangeran Diponegoro, Belanda mengeluarkan maklumat (21 September
1829) yang menyatakan bahwa barang siapa dapat menangkap Pangeran Diponegoro
baik hidup atau mati akan diberi hadiah sebanyak 50.000 gulden beserta tanah
dan kehormatan. Maklumat tersebut diangap sepi oleh rakyat yang setia terhadap
pemimpinnya.
Sejak akhir
tahun 1828 kedudukan Pangeran Diponegoro menjadi makin sulit karena beberapa
sebab.Kyai Maja ditangkap oleh Belanda (12 Oktober 1828) yang kemudian dibuang
ke Manado.
Sentot
terpaksa menyerah kepada Belanda dengan pasukannya (16 Oktober 1828) karena
kesulitan biaya dan termakan oleh bujukan Belanda. Kecuali itu, banyak
bangsawan pengikut Pangeran Diponegoro
kembali ke keraton, karena tidak tahan menderita akibat kekejaman Belanda
terhadap keluarga mereka. Istri Pangeran Diponegoro (R.A Ratnaningsih) beserta
puteranya tertangkap oleh Belanda (14 Oktober 1829).
Oleh karena
usaha Belanda tersebut tidak dapat mematahkan perlawanan Pangeran Diponegoro,
Belanda menawarkan perundingan kepada Pangeran Diponegoro (tahun 1830) bertempat di markas Belanda Magelang
dengan janji bila perundingan itu mengalami jalan buntu, Pangeran Diponegoro
boleh kembali dengan bebas.
Oleh Pangeran Diponegoro tawaran itu diterima. Sehari
sesudah Lebaran (28 Maret 1830) Pangeran Diponegoro beserta pengikut-pengikutnya
memasuki kota Magelang untuk mengadakan kunjungan kehormatan dan persahabatan
dengan Jenderal de Kock. Pangeran Diponegoro diterima Jenderal de Kock dengan
penuh kehormatan di ruang kerjanya. Ketika Jenderal de Kock menanyakan syarat
apa yang diinginkan, Pangeran Diponegoro menghendaki negara merdeka dan menjadi
pimpinan mengatur agama Islam di Pulau Jawa.
Jenderal de
Kock menolaknya dan melarang Pangeran Diponegoro meninggalkan ruangan. Pangeran
Diponegoro ditangkap Belanda yang ternyata telah menyiapkan penyergapan secara
rapi. Dengan demikian, Belanda menjalankan pengkhianatan yang kesekian kalinya.
Selanjutnya dengan pengawal yang ketat, Pangeran Diponegoro dibawa ke Batavia
lalu dibuang ke Manado kemudian dipindahkan ke Benteng Rotterdam di Makassar
sampai wafatnya (8 Januari 1855). Jenazahnya dimakamkan di Kampung Melayu,
Makassar.
(Ditulis ulang dari Buku Teks Bahasa Indonesia Kelas 8)
Posting Komentar untuk "Teks Eksplanasi Perlawanan Ulama Pejuang: Pangeran Diponegoro"
Komentar bisa berupa saran, kritik, dan tanggapan. :)