Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Mengidentifikasi dan Menyimpulkan Unsur-Unsur Cerita Pendek Pohon Keramat

 pustamun.blogspot.com | Cerpen adalah salah satu jenis teks sastra berisi cerita yang berisi satu pokok cerita, sehingga disebut cerita pendek. Sebagai teks sastra,  Cerita Pendek memiliki bagian dan unsur-unsur pembentuk. Dalam postingan ini akan disampaikan jawaban atas pertanyaan indentifikasi Cerpen Pohon Keramat Karya Yus R.Ismai beserta Unsur-unsur pembentuk beserta bukti dalam cerpen tersebut.


A. Mengidentifikasi Cerita Pendek

Pertama, kita harus baca dan pahami cerpen "Pohon Keramat" Karya Yus R. Ismail. Dengan membaca cerpen ini, kita akan mengetahui alur (cara cerita disajikan), sikap dan karakter tokoh yang ada dalam cerpen, serta teman dan pesan atau isi cerita yang ada dalam cerpen "Pohon Keramat".

Unsur-unsur Cerpen "Pohon Keramat" Legenda Mbah Jayasakti di Gunung Beser


Pohon Keramat

Di sebelah barat kampung ada gunung yang tidak begitu besar. Disebut gunung barangkali tidak tepat karena areanya terlalu kecil. Lebih tepatnya disebut bukit. Tapi, penduduk kampung, sejak dulu sampai sekarang, menyebutnya Gunung Beser.

Meski areanya kecil, jangan tanya siapa saja penduduk yang pernah masuk ke dalam Gunung Beser. Mereka akan bergidik hanya membayangkan keangkerannya. Mereka, dari kakek-nenek sampai anak-anak, hafal cerita keangkeran Gunung Beser.

Saat pendudukan Belanda, di kampung saya ada seorang tokoh yang melawan Belanda dan berjuang sendirian tanpa pasukan. Orang tersebut bernama Jayasakti. Tentu saja tokoh ini menjadi incaran Belanda untuk ditangkap dan dipenjarakan. Jayasakti lari dari kampung ke Gunung Beser dan bersembunyi agar Belanda tidak menimpakan kemarahan kepada masyarakat kampungnya. Bertahun-tahun pasukan Belanda dan centeng-centang demang mengepung Gunung Beser, tetapi Jayasakti tidak pernah menyerah. Pasukan Belanda dengan dipandu centeng-centeng demang pernah melacak Jayasakti ke dalam gunung. Akan tetapi, tidak ada seorang pun dari mereka yang selamat. Kata orang-orang pintar, Jayasakti bersemedi dan tubuhnya menjadi pohon harum yang baunya dibawa angin ke sekitar gunung.

Karena cerita itu dipercaya kebenarannya, tidak seorang pun penduduk berani masuk ke kelebatan Gunung Beser. Mereka menghormati perjuangan yang pernah dilakukan oleh Mbh Jayasakti. Selain itu, konon, mereka takut masuk ke dalam gunung karena dahulu ada beberapa orang pencari kayu bakar nekat masuk ke dalam. Akan tetapi, dia bernasib seperti pasukan Belanda dan centeng-centeng demang itu, tidak bisa kembali. Siapa pun akan berhati-hati bila berhubungan dengan Gunung Beser. Para pencari kayu bakar dan penyabit rumput hanya berani sampai ke kaki gunung.

Sejak saya ingat, cerita yang diketahui seluruh penduduk kampung juga meliputi kharisma Gunung Beser. Tiap malam tertentu, katanya, dari Gunung Beser keluar cahaya yang begitu menyejukkan. Hanya orang tertentu yang melihat cahaya itu. Konon, seseorang dapat melihat cahaya itu dengan mata batinnya, ia termasuk orang yang bijaksana dan tinggi ilmunya. Apabila ada seorang saja dari seluruh penduduk kampung yang bisa melihat cahaya itu, artinya Mbah Jayaskti, begitu penduduk kampung menyebut penghuni Gunung Beser, melindungi kampung. Akan tetapi, ada orang yang sembrono melanggar keheningan Gunung Beser, Mbah Jayasakti bisa marah. Jangankan menebang pohon tanpa izin, masuk saja ke dalam gunung akan kualat. Bisa-bisa dianggap mata-mata Belanda oleh Mbah Jayasakti. Itulah sebabnya penduduk kampung begitu takut mengganggu ketenangan Gunung Beser.

Bagi saya, Gunung Beser menyimpan kenangan tersendiri. Sejak umur 5 tahun saya sering tidur di rumah Kakek. Setiap subuh Kakek membangunkan saya dan mengajak pergi ke masjid kecil di pinggir sawah. Saya yang kadang masih merasa ngantuk, begitu turun dari rumah selalu takjub melihat Gunung Beser berdiri kukuh. Saya merasa kesegaran pagi-harum dedaunan dan bau tanah- adalah bau khas Gunugn Beser. Saya selalu berharap begitu turun dari rumah bisa melihat gunung itu bercahaya.

Selesai salat, Kakek biasa mengontrol air sawah. saya selalu menguntitnya dari belakang tanpa banyak bicara. Barangkali anak lain akan mengeluh karena air dan udara sawah dingin. Akan tetapi, saya tidak. Saya menyukai kesegaran air dan udara itu. Tidak jarang saya mandi di pancuran sawah.

Dari pematang yang lebar-lebar, saya menyaksikan bagaimana Gunung Beser yang seperti patung raksasa hitam itu lambat laun bercahaya tertimpa sinar matahari. Saya sering beranggapan bahwa cahaya itu bukan dari matahari, tetapi keluar dari hati saya sendiri. Setiap melihat dedaunan yang bergoyangan, saya sering melamun melihat Jayasakti salat di atas daun pisang.

Bagi sawah-sawah di kampung saya, air tidak mesti diperebutkan Gunung Beser memberikan air yang melimpah. Nama Gunung Beser sendiri berarti mengeluarkan air terus-terusan. Mata air yang berada di kaki gunung mengalirkan sungai yang cukup besar. Sebagian air itu dialirkan ke kampung untuk memenuhi bak-bak mandi. Sisanya yang masih melimpah mengairi sawah dan kolam. Selain itu masih banyak mata air kecil yang dipakai penduduk sebagai pancuran.

Oleh karena itu, belum pernah ada berita para petani berkelahi karena berebut air. Kakek dan para petani lain juga sering mengontrol sawah pagi-pagi. Mereka bukan mengontrol takut sawah kekeringan, tetapi memeriksa kalau ada urugan kecil atau lubang-lubang yang dibuat ketam. Atau siapa tahu ada berang-berang yang menyerang kolam. Biasanya pemangsa ikan itu menyisakan kepala ikan di atas pematang. Bila hal itu terjadi, kemarahan para petani tidak akan terbendung lagi. Berang-berang itu akan diburu oleh orang sekampung.

Saya beberapa kali melihat para petani berburu berang-berang atau tikus. Mereka mengasapi seluruh lubang yang ditemui. Bila ada buruannya yang keluar, orang-orang mengejar sambil berteriak-teriak. Tentu pemukul tidak ketinggalan ikut beraksi. Sekali berburu, puluhan tikus atau berang-berang bisa didapatkan.

Bila panen tiba, setiap petani yang punya sawah luas akan mengadakan syukuran. Para tetanga diundang. Ikan ditangkap atau ayam disembelih. Saya selalu senang. Selain sering dibawa Kakek ke tempat syukuran, saya senang dengan hari-hari di sawah. Anak-anak seluruh kampung mengalihkan tempat bermain ke sawah. Ada yang membuat baling-baling, bermain musik dengan terompet-terompet kecil dari batang padi, atau berburu burung beker. Saya pernah mengikuti seluruh permaian itu. Saya bermain dengan anak dari kelompok mana saja. Setiap orang di kampung saling mengenal, termasuk anak-anak.

Bagi anak-anak, sawah adalah tempat yang paling banyak memberi kenangan. Kami mandi sore di pancuran sawah. Setiap sore, kecuali hari Jumat, anak-anak belajar mengaji di masjid. Kakek awalnya mengajar, tapi akhirnya diteruskan oleh Kang Hasim. Saya menjadi anak emas apabila Kang Hasim mengajar. Selain dari Kang Hasim saya belajar mengaji dari Kakek, bagi saya mengaji bukan hal baru. Sebelum sekolah, setiap malam Kakek mengjar saya. Maka pelajaran yang diberikan Kang Hasim kepada anak-anak lain sering merupakan hal yang sudah saya hafal betul.

Pulang dari mengontrol sawah, saya diajak Kakek jalan-jalan ke pasar yang buka seminggu sekali. Kakek membeli berbagai keperluan sehari-hari dan saya selalu punya jajanan enak. Kalau tidak kue serabi, saya memilih kue pukis. Para pedagang itu memberikan sebungkus besar kue sebelum saya memilih.

Saya merasa waktu itu Kakek adalah orang yang dihormati oleh penduduk kampung. Siapa pun akan mengangguk hormat apabila bertemu Kakek. Di sawah, saat mengontrol air, Kakek menjadi tempat bertanya apabila ada masaah. Dan Kakek adalah orang memutuskan apakah tikus atau berang-berang yang mulai merusak itu harus diburu segera atau tidak.

Sering Kakek juga diminta mengobati orang-orang yang sakit. Apalagi bila sakit itu karena makhluk halus yang 'main-main'. Bila ada orang yang kesambet oleh penghuni Gunung Beser, mereka membawa ke rumah Kakek. Saya tidak tahu cara Kakek mengobatinya. Mungkin beliau memakai doa-doa, tetapi tidak jarang Kakek malah membawa si sakit ke rumah Pak Mantri.

Kedamaian kampung saya mulai terusik saat jalan besar menghubungkan dengan kota kecamatan dan kota kabupaten diperbesar dan diaspal. Memang aspal alakadarnya, tidak sebagus sekarang. Tapi, jalan itu memberikan gejolak tersendiri. Para petani hilir mudik ke kota kabupaten menjual hasil bumi. Anak-anak remaja tidak sedikit kemudian  meneruskan sekolah ke kota. Pembangunan pabrik-pabrik semakin santer diinformasikan orang kecamatan.

Perkenalan kampung saya dengan dunia luar, menyadarkan penduduk bahwa di luar sana sudah banyak yang terjadi. Kebutuhan hidup semakin meningkat. Kampung saya semakin sibuk. Ngobrol-ngobrol santai di sawah atau di masjid sehabis  salat jarang dilakukan para orang tua. Bila panen tiba, undangan syukuran semakin jarang. Panen pun hanya dilakukan oleh segelintir orang, tidak lagi merupakan pesta kampung.

Kebutuhan yang semakin mendesak itu memaksa penduduk kampung untuk memfungsikan segala yang dipunyai. Para lulusan sekolah dari kota merencanakan untuk membuat pertanian terpadu di kaki gunung dengan melibatkan seluruh penduduk. Pengelolaan kaki gunung itu dilakukan dengan gotong-royong. Pembangunan pabrik mineral dan tekstil mulai dibuat orang kota. Saya waktu itu sudah meningkat remaja. 

Perselisihan antarpenduduk mulai terasa ketika penggerak pembangunan yang merupakan lulusan sekolah dari kota itu merencanakan untuk membuka sebagian Gunung Beser, untuk perluasan lahan pertanian dan kebutuhan pabrik. Banyak penduduk yang tidak setuju. Akan tetapi, tidak sedikit yang mendukungnya. 

"Saat ini adalah waktunya untuk membangun demi kemajuan. Kita tidak akan pernah bisa maju apabila masih takut dengan hal-hal yang tidak masuk akal." Begitu di antaranya kata-kata yang biasa diucapkan para penggerak pembangunan dan orang kabupaten yang memperjuangkan perluasan pabrik.

"Apanya yang mesti ditakuti dari penghuni Gunung Beser? Mereka malah telah memberikan apa yang dipunyainya. Air yang melimpah, tanah yang subur, dan udara yang segar. Kita tidak bisa memanfaatkan kekayaan itu karena kita takut oleh hal-hal yang tidak perlu ditakutkan," kata mereka.

Semakin banyak penduduk yang mendukung pembukaan Gunung Beser. Sebagian yang masih menghormati kharisma Gunung Beser, datang ke rumah Kakek. Mereka meminta pendapat Kakek. Saya tidak tahu apa yang Kakek katakan sebelum mereka pulang. Besoknya wakil dari panitia pembangunan itu datang ke rumah Kakek. Mereka tahu bahwa Kakek adalah kunci dari masalah ini. Penduduk yang tidak setuju dengan pembukaan Gunung Beser hanya akan mendengarkan apa yang dikatakan Kakek.

Saya tidak begitu jelas menangkap apa yang dibicarakan mereka. Akan tetapi, dari nada suara yang semakin meninggi, saya tahu bahwa mereka bersitegang. Saya mengintip perisitwa itu dari bilik kamar. Saya bersiap meloncat seandainya mereka melakukan kekerasan terhadap Kakek. Akan tetapi, kejadian yang saya lamunkan itu tidak terjadi. Mereka pulang setelah terlebih dahulu menyalami Kakek. Besoknya Kakek bercerita bahwa Mbah Jayasakti dan keangkeran Gunung Beser itu tidak ada. Saya semakin tidak mengerti dengan Kakek. Kalau begitu, kenapa tidak dari dulu Gunung Beser itu dibuka?

"Gunung Beser akan marah kalau dibuka," kata Kakek.

"Kan Mbah Jayasakti dan keangkeran itu tidak ada."

"Ya, tidak ada. Tapi, Gunung Beser tetap akan marah apabila dibuka."

"Kenapa Kakek menyetujui?"

"Mereka berjanji akan membuka sampai kaki gunung saja."

Pembukaan kaki Gunung Beser itu akan dilakukan dengan bergotong royong. Bantuan tenaga dan dana besar dari pihak pabrik disambut masyarakat. Kejadian yang semakin langka itu ditandai dengan syukuran kampung yang dipimpin oleh pak bupati yang sengaja datang. Tidak ada kejadian-kejadian aneh selama pembukaan kaki gunung. Tanaman pun tumbuh subur karena tanahnya subur dan air melimpah. Rumah-rumah dibangun karena pabrik-pabrik membutuhkan banyak pekerja  yang sebagian besar didatangkan dari daerah lain. 

Para penggerak pembangunan itu mendapat pujian dari hampir seluruh penduduk kampung. Mereka dibicarakan di setiap pertemuan resmi dan tidak resmi.

Kakek meninggal tidak lama kemudian. Kematian Kakek tidak mendatangkan perhatian yang besar dari penduduk. Saya sedikit cemburu kepada penggerak pembangunan yang sudah mencuri perhatian penduduk dari Kakek itu. Kecemburuan itu bisa diredam karena saya sudah masuk sekolah menengah mengagumi juga apa yang mereka lakukan.

Keberhasilan pertanian dan pabrik itu memberi kemewahan tersendiri bagi kampung saya. Sarana-sarana umum dibangun. Banyak rumah memiliki pesawat televisi. Semakin banyak anak-anak yang meneruskan sekolah di kota. Kepercayaan bahwa keangkeran Gunung Beser itu tidak ada, mendorong penduduk untuk membuka Gunung Beser lebih jauh. Tempat-tempat pertanian baru dibuka, rumah-rumah dibangun, perusaaan-perusahaan yang memanfaatkan mata air besar dibangun, izin-izin pengelola Gunung Beser semakin banyak dimiliki orang. Pohon-pohon besar ditebang. Yang tidak punya izin, berdagang kayu sembunyi-sembunyi.

Gunung beser bercahaya siang malam. Sinar matahari memantul dari bangunan-bangunan dan daerah-daerah kering. Malam bercahaya oleh semaraknya listrik. Penduduk kampung, termasuk saya, menyambut kemajuan itu. Mereka, termasuk saya, tidak menyadari bahwa di kampung semakin terdengar berita adanya perkelahian petani gara-gara berebut air, para remaja putus sekolah kebingunan mencari kerja karena menggarap lahan pertanian yang semakin tidak subur itu terasa rendah, musim yang tidak lagi bersahabat. Tiba-tiba saya merasakan bahwa hal seperti itu bukan merupakan bagian dari kampung saya. 

Kekeringan di musim kemarau dan banjir-banjir kecil di musim hujan tidak lagi asing. Para penduduk tidak menyerah. Alam harus ditaklukkan. Kipas angin dan kulkas menjadi kebutuhan di musim kemarau. Bendungan-bendungan kecil dibangun untuk menanggulangi musim hujan. Tiba-tiba saya merasa bahwa persahabatan dengan alam menghilang dari kamus kampung saya.

Perlawanan terhadap alam itu berakhir ketika tahun yang oleh peneliti disebut El-Nino itu tiba. Kekeringan membakar kampung saya. Banyak bangunan dan lahan yang hangus. Saat musim hujan tiba banjir besar melanda. Rumah-rumah hanya kelihatan atapnya. Saya sedang duduk di atas atap rumah ketika bantuan puluhan perahu itu tiba. 

Saya hanya bisa mencatat peristiwa-peristiwa seperti itu tanpa mengerti apa yang telah terjadi. Seperti remaja lain di kampung, saya kebingaungan dengan banyak hal. Satu hal yang pasti, kita harus lebih dekat bersahabat dengan alam agar alam lebih bersahabat dengan kita. Pohon memang keramat, harus dihargai, dihormati, dijaga dipelihara. Tanpa pohon bencana akan lebih sering terjadi menimpa kita. Mbah Jayasakti mestinya berubah menjadi kesadaran ilmu. Kakek benar, banyak orang cuma merasa pintar padahal tidak. 


Pertanyaan identifikasi

1. Apakah judul cerpen menarik orang untuk membaca?

Jawaban: Ya, menarik. Karena 'Pohon Keramat' membuat orang menjadi penasaran. Bagaimana sih pohon keramat itu, dan mengapa disebut keramat.


2. Apakah judul cerpen mencerminkan isi cerpen?

Jawaban: Ya, mencerminkan isi Cerpen. Pohon Keramat adalah cerita tentang legenda Mbah Jayasakti yang menjelma menjadi Pohon Keramat, meski akhirnya dilanggar orang. Akhirnya tahu, setelah ada bencana besar, ternyata pohon-pohon di gunung adalah pohon-pohon keramat yang bisa mencegah bencana alam dan bencana sosial.


3. Pada akhirnya, apakah yang dimaksud dengan "keramat" yang ingin disampaikan dalam cerita itu?

Jawaban: Yang dimaksud dengan 'Keramat' adalah sesuatu yang harus dilindungi. Karena kalau tidak dilindungi akan membuat kualat  atau mendatangkan bencana.


4. Penceritaan cerpen atau sudut pandang (point of view ) cerpen ini diceritakan berdasarkan teknik apa?

Jawaban: Penceritaan cerpen Pohon Keramat karya Yus R. Ismail ini menggunakan teknik Orang Kedua bukan Pelaku utama. 


5. Ceritakan kembali siapa tokoh-tokoh dalam cerpen "Pohon Keramat"!

Jawaban: Tokoh-tokoh dalam Cerpen Pohon Keramat adalah:

a. Kakek : Tokoh utama yang menjadi pusat cerita;

b. Aku  : Tokoh utama yang menceritakan;

c. Mbah Jaya Sakti : Tokoh rekaan yang dihormati banyak orang kampung dulunya.

d. Para Petani/Warga kampung : Pelaku cerita (Figuran)

e. Para Penggerak Pembangunan: Pelaku cerita (Figuran)

f. Bupati : Pelaku cerita (Figuran)



B. Menyimpulan Unsur-Unsur Cerita Pendek "Pohon Keramat" Karya Yus R. Ismail

Cerita pendek pada dasarnya adalah gambaran kehidupan manusia secara spesifik. Tema sebuah cerpen bisa berasal darikehidupan sehari-hari. Tokoh dan latarnya -sama dengan unsur lainnya-- bisa saja direkayasa untuk menambang kesan dramatis. 

Unsur-unsur yang ada dalam cerpen adlah latar, sudut pandang penceritaan, karakter (tokoh), dan alur/plot/struktur.

Dalam cerita pendek "Pohon Keramat" unsur-unsur itu dalam disimpulkan sebagai berikut:

Unsur: Latar Tempat

Latar Tempat: Kampung Kaki Gunung Beser

Kutipan Cerpen: 

Di sebelah barat kampung ada gunung yang tidak begitu besar. Disebut gunung barangkali tidak tepat karena areanya terlalu kecil. Lebih tepatnya disebut bukit. Tapi, penduduk kampung, sejak dulu sampai sekarang, menyebutnya Gunung Beser.


Unsur: Latar Waktu

Latar Waktu 1: Pagi Hari

Kutipan Cerpen:

Setiap subuh Kakek membangunkan saya dan mengajak pergi ke masjid kecil di pinggir sawah. Saya yang kadang masih merasa ngantuk, begitu turun dari rumah selalu takjub melihat Gunung Beser berdiri kukuh. Saya merasa kesegaran pagi-harum dedaunan dan bau tanah- adalah bau khas Gunung Beser


Latar Waktu 2: Sore Hari

Kutipan Cerpen:

Bagi anak-anak, sawah adalah tempat yang paling banyak memberi kenangan. Kami mandi sore di pancuran sawah. Setiap sore, kecuali hari Jumat, anak-anak belajar mengaji di masjid. 


Unsur: Latar Sudut Pandang Penceritaan

Sudut Pandang Penceritaan: Orang Pertama Tidak Serba Tahu

Kutipan Cerpen:

Saya tidak tahu apa yang Kakek katakan sebelum mereka pulang.

Keterangan: Orang pertama ditandai dengan penggunaan kata ganti "aku" atau "saya". Tidak serba tahu, maksudnya tidak semua hal dalam cerita diketahui oleh pencerita. 


Baca Juga: Kegiatan 5. Latihan Kata/Kalimat Ekspresif dalam Teks Cerpen


Unsur: Karakter/Tokoh

Tokoh dalam Cerpen: Kakek

Kutipan Cerpen: Mereka tahu bahwa Kakek adalah kunci dari masalah ini. Penduduk yang tidak setuju dengan pembukaan Gunung Beser hanya akan mendengarkan apa yang dikatakan Kakek.


Tokoh dalam Cerpen: Saya

Kutipan Cerpen: Tiba-tiba saya merasakan bahwa hal seperti itu bukan merupakan bagian dari kampung saya. 


Tokoh dalam Cerpen: Kang Hasim

Kutipan Cerpen: Maka pelajaran yang diberikan Kang Hasim kepada anak-anak lain sering merupakan hal yang sudah saya hafal betul.

Tokoh dalam Cerpen: Para Petani

Kutipan Cerpen: Oleh karena itu, belum pernah ada berita para petani berkelahi karena berebut air. Kakek dan para petani lain juga sering mengontrol sawah pagi-pagi

Tokoh dalam Cerpen: Para Penggerak Pembangunan

Kutipan Cerpen: "Saat ini adalah waktunya untuk membangun demi kemajuan. Kita tidak akan pernah bisa maju apabila masih takut dengan hal-hal yang tidak masuk akal." Begitu di antaranya kata-kata yang biasa diucapkan para penggerak pembangunan dan orang kabupaten yang memperjuangkan perluasan pabrik.


Baca Juga:

-  Mengidentifikasi Struktur Cerpen Pohon Keramat

- Memahami dan Menceritakan Kembali Teks Cerpen Pohon Keramat

Simpulan dan Bukti Unsur Alur/Plot/Struktur

Unsur Alur: Maju

Kutipan Cerpen:

Sejak umur 5 tahun saya sering tidur di rumah Kakek. Setiap subuh Kakek membangunkan saya dan mengajak pergi ke masjid kecil di pinggir sawah.

.......

Pembangunan pabrik mineral dan tekstil mulai dibuat orang kota. Saya waktu itu sudah meningkat remaja. 

.......

Saya hanya bisa mencatat peristiwa-peristiwa seperti itu tanpa mengerti apa yang telah terjadi. Seperti remaja lain di kampung, saya kebingan dengan banyak hal. 


Kutipan-kutipan cerpen Pohon Keramat di atas menandakan alur cerita tokoh 'saya' mulai dari kecil sejak  5 tahun, meningkat remaja, dan sudah remaja. 


Demikian penjelesan hasil identifikasi cerpen Pohon Keramat dan Unsur-unsur Cerpen Pohon Keramat.

Baca Juga: Jawaban Pertanyaan Telaah Struktur dan Isi Cerpen Pohon Keramat

Untuk mengunduh Materi Teks Pelajaran: Mengidentifikasi Struktur Cerpen Pohon Keramat bisa Klik Unduh.

2 komentar untuk "Mengidentifikasi dan Menyimpulkan Unsur-Unsur Cerita Pendek Pohon Keramat"