Ketika Kita Suka Ditipu | Kamu Pasti Termasuk
Ketika Kita Suka Ditipu
Seiring
dengan perkembangan teknologi informasi, muncul berabagai aplikasi yang menarik
untuk dicoba. Mulai dari aplikasi ‘kelas berat’ hingga aplikasi ‘kelas ringan’
yang dibuat dan digunakan ‘hanya’ untuk suka-suka.
Aplikasi ‘kelas
berat’ adalah aplikasi yang serius dibuat untuk hal serius. Misalnya aplikasi
transportasi online. Dibuat dengan sungguh-sungguh dan dengan penerapan yang
serius pula. Bahkan tak jarang juga memunculkan ketegangan sampai adu fisik di
beberapa daerah.
Ada aplikasi
yang sengaja dibuat untuk membantu pekerjaan orang. Mulai dari aplikasi
pengirim pesan. Aplikasi chatting, aplikasi penghitung, aplikasi kamus, dan
aplikasi-aplikasi lain yang berbagai macam.
![]() |
Tampilan salah satu aplikasi di Facebook |
Masing-masing
aplikasi bermanfaat dan memberikan informasi. Ada pula aplikasi yang justru
digunakan untuk menipu sendiri dan itu yang kita – setidaknya sebagian besar
orang suka.
Aplikasi chatting memiliki manfaat untuk bisa
berkomunikasi, berkoordinasi, bahkan menyelesaikan pekerjaan. Sebut saja aplikasi
chating Whatsapp dengan fasilitas grupnya. Menjadi ajang rapat, koordinasi,
menyelesaikan pekerjaan, dan mengatur organisasi dan pekerjaan. Isinya manfaat
dan bisa dimanfaatkan untuk hal positif.
Aplikasi
media sosial, bisa digunakan membagikan ide. Menyalurkan pendapat. Bisa juga
digunakan untuk memulai sebuah gerakan. Bahkan gerakan sosial bisa muncul dari
grup yang ‘tidak terduga’. Jelas ini merupakan tempat yang bermanfaat.
Belum lagi
tempat beriklan. Berapa banyak orang yang menggantungkan pekerjaan di situ.
Mulai dari orang yang jualan lewat media facebook dan media sosial lainnya.
Juga ada orang yang bekerja sebagai biro
jasa iklan online.
Aplikasi di
media sosial adalah aplikasi yang paling banyak berkembang. Salah satu
aplikasinya adalah game di media sosial. Juga ada aplikasi yang bisa dishare
(dibagikan) langsung melalui beranda facebook masing-masing.
Sebut saja
aplikasi yang membanding-bandingkan. Misalnya ada aplikasi yang menanyakan, ‘Tokoh
pewayangan apa yang mirip dengan watakmu?’; Juga ada pertanyaan: ‘Kamu mirip
sahabat siapa?’; juga banyak sekali pertanyaan yang menggelitik:
-
Pekerjaan
apa yang cocok denganmu?
-
Kamu
keturunan siapa?
-
Organisasi
apa yang cocok denganmu?
-
Artis
yang cocok menjadi pacarmu?
Jelas-pertanyaan-pertanyaan
itu adalah pertanyaan menggelitik. Jika kita mengikuti aplikasi itu, maka kita
akan mendapatkan jawaban yang membuat kita merasa bangga.
Misalnya
pertanyaan mirip dengan tokoh pewayangan siapa maka foto profil facebook kita
langsung akan disandingkan dengan tokoh pewayangan, baik wayang dari India
maupun tokoh wayang Indonesia.
Teman saya
misalnya disebut (oleh apliksi itu) mirip dengan tokoh Bima. Ada juga teman
yang lain disebut mirip dengan arjuna. Sementara yang lain disebut mirip dengan
Puntadewa. Sementara saya juga iseng-iseng menggunakan aplikasi itu, disebut
mirip dengan Semar, bapak para punakawan. Padahal saya inginnya mirip dengan
Bagong karena karakter yang njambal dan
ceplas-ceplos.
Setidaknya,
aplikasi ini menjadi wadah yang kreatif dan saluran yang efektif untuk
mengenalkan tokoh-tokoh pewayangan. Bukankah wayang menjadi salah satu kekayaan
nusantara.
Pun
demikian, pertanyaan dalam aplikasi ini memiliki dampak negatif, yaitu bisa
jadi mencongkakkan diri. Bayangkan, orang dalam masa kini dibanding-sandingkan
dengan para sahabat nabi. Ulama kelas dunia yang menjadi panutan para kiai saja
marah jika ada muridnya yang menyamakan dengan kondisi pengajarannya dengan
kondisi nabi dengan para sahabat.
Kebenaran
aplikasi ini jelas sangat jauh dari benar. Yang disampaikan adalah hal-hal
umum. Mungkin juga untuk lucu-lucuan. Tetapi ketika kita disamakan dengan artis
misalnya, kita merasa bangga. Merasa senang. Begitu juga ketika disebut mirip
dengan tokoh pewayangan. Jelas tidak
sama. Berarti kita sudah ditipu. Ditipu oleh aplikasi yang dibuat secara
otomatis.
Mungkin datanya diambil dari status dan tautan
dalam profil facebook kita. Misalnya teman saya pernah mencoba dan membagikan ‘Organisasi
yang cocok’ adalah IPM’. Memang yang bersangkutan dekat secara sosiologis dan
psikologis dengan IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah).
Kebanggaan
karena ditipu bisa jadi juga menjalar, merasa senang jika orang lain juga mau
menipu diri sendiri. Maka saling membagikan aplikasi. Semua mencoba. Maka aksi
tipu-tipu diri sendiri menjadi masif. Dilakukan oleh semua orang.
Apakah ada
bahayanya? Jelas ada.
Jika
penipuan sudah dianggap lumrah, maka penipuan akan semakin marak dan kita
merasa santai saja dan menganggap bahwa hal itu (penipuan) adalah hal biasa.
Diri sendiri saja ditipu, apalagi orang lain.
Yang lebih
parah lagi, kita tidak terbiasa untuk mengonfirmasi kebenaran sebuah informasi.
Pokoknya merasa seru, bagikan. Kebiasaan ini berdampak pada penyebaran berita
hoaks (kabar burung yang bohong) sangat masif di Indonesia.
Akibat kabar
burung (hoaks) yang begitu liar, ada seorang ayah yang meninggal dihajar oleh
massa karena dituduh penculik. Orang tersebut tidak ngeh ketika ditanya karena menderita tunarungu. Dianggap
mencurigakan, akhirnya ada orang yang menuduhnya sebagi penculik. Dihajar
ramai-ramai. Akhirnya meninggal.
Di bagian
wilayah lain, orang gila yang menggelandang di jalanan juga hampir terbunuh
karena dianggap penculik. Ini menunjukkan bahwa kita mudah sekali termakan
hoaks, juga mudah sekali menyebarkan hoaks. Kenapa? Karena kita memang suka
menipu dan suka ditipu.
Sampai kapan
kondisi ini akan berlangsung?
Selama acara
gosip masih eksis bahkan berkembang, selama aplikasi facebook tipu-tipu
bermunculan, setidaknya itu adalah tanda bahwa zaman sengkarut ini masih
berlangsung pula. Hoaks plus media sosial, bisa menjadi senjata perusak yang
sangat membahayakan.
Posting Komentar untuk "Ketika Kita Suka Ditipu | Kamu Pasti Termasuk"
Komentar bisa berupa saran, kritik, dan tanggapan. :)