Memahami Makna dan Keindahan Puisi 'Cintaku Jauh di Pulau' Karya Chairil Anwar
Cintaku Jauh di Pulau adalah salah satu puisi cinta karya Chairil Anwar.
Puisi ini menceritakan kisah cinta yang terpisah oleh jarak dan terpisah oleh maut. Dalam penggambarannya, puisi ini menganalogikan hidup (kisah cintanya) dengan perahu dan laut. Berikut puisi lengkapnya.
Cintaku Jauh di Pulau
Karya Chairil Anwar
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
(Chairil Anwar, 1946)
Untuk memahami makna sebuah puisi, bisa dilakukan dengan cara membuat parafrasenya. Dengan membuat parafrase, kata-kata puisi yang pada dan singkat bisa lebih mudah dipahami.
Parafrase Puisi Cintaku Jauh di Pulau
(gadis yang menjadi) Cintaku (berada) jauh di pulau (lain),
gadis (yang manis)manis, sekarang (lagi) iseng sendiri
gadis (yang manis)manis, sekarang (lagi) iseng sendiri
(ketika) Perahu melancar, (dan cahaya) bulan memancar,
di leher(nya) (ingin) kukalungkan ole-ole buat si (gadis) pacar(ku itu).
angin membantu (meniup), laut terang (oleh cahaya bulan), tapi terasa
aku tidak ‘kan (pernah) sampai padanya.
angin membantu (meniup), laut terang (oleh cahaya bulan), tapi terasa
aku tidak ‘kan (pernah) sampai padanya.
Di air (laut) yang tenang, di (saat) angin (bertiup) mendayu,
di (saat) perasaan (rindu) penghabisan segala (dan perahu) melaju
(saat perahu berlayar, justru)Ajal (sedang) bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
di (saat) perasaan (rindu) penghabisan segala (dan perahu) melaju
(saat perahu berlayar, justru)Ajal (sedang) bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan (untuk menuju cintaku) sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang (kunaiki) bersama (segala rindu dan oleh-oleh) ‘kan merapuh!
Mengapa (justru) Ajal (yang) memanggil dulu
Sebelum sempat (aku bertemu dan) berpeluk dengan cintaku?!
Perahu yang (kunaiki) bersama (segala rindu dan oleh-oleh) ‘kan merapuh!
Mengapa (justru) Ajal (yang) memanggil dulu
Sebelum sempat (aku bertemu dan) berpeluk dengan cintaku?!
(gadis) Manisku (masih) jauh di pulau,
kalau ‘ku mati (dan tak sempat bertemu), (sampai) dia mati (akan mati) iseng sendiri (untuk menungguku).
Dari parafrase di atas dapat diketahui bahwa aku sedang menapaki jalan menuju untuk memberikan oleh-oleh serta melepaskan rindu karena bertahun-tahun tidak bertemu. Dalam perjalanannya menuju si pacar yang berada jauh di pulau, aku menaiki perahu. Keadaannya laut tenang, cuaca cerah, angin pun bertiup dengan tenang.
Tetapi dalam pejalanan yang tenang, justru ajal yang memanggil dulu. Padahal perjalannya sudah lama bertahun-tahun. Jika sampai benar-benar ajal tiba, maka aku akan mati dan tidak akan sempat bertemu dengan pacarnya yang sedang menunggu.
Lapis Makna
Dari penjelasan parafrase, diceritakan seorang lelaki yang sedang menuju ke arah kekasihnya. Gadis yang dicintainya ada jauh di pulau. Jauh di sini bisa dimaknai dengan jarak yang sangat jauh. Bisa jarak harta atau status, sehingga sulit untuk menuju ke arah gadis pujaannya.
Ketika dia berusaha untuk menemui (melamar/menikahi) pacarnya awalnya jalannya sangat mudah, sehingga perahu (perjalanannya) sangat mudah. Di tengah kemudahan perjalannya, si lelaki justru merasa bahwa tujuannya tidak akan tercapai. Ketika sudah dalam perjalanan justru sepertinya dia merasa akan mati. Padahal dia sangat merindukan pacarnya.
Perjalanan cintanya yang sudah bertahun-tahun ditempuh akan segera kandas. Digambarkan dengan perahu yang rapuh. Perahu yang rapuh pasti karam di lautan. Padahal jika sampai dia mati, sang pacar juga akan mati karena meratapi kesedihan dan kesendiriannya.
Tema dalam Puisi Cintaku Jauh di Pulau Karya Chairil Anwar
Tema dalam puisi di atas adalah seperti tema karya sastra angkatan 20-30an. Padahal Chiril Anwar adalah sastrawan angkatan 45.
Tema puisi tersebut adalah 'Kasih tak sampai'. Yaitu perasaan cinta kepada seseorang tetapi akhirnya tidak bisa hidup bersama (menikah) karena terlebih dahulu dipisahkan oleh ajal.
Bedanya dengan angkatan 20-an dan 30-an. Yang memisahkan cinta tokoh aku bukan adat atau orang tua, melainkan takdir usia.
Hal ini tampak pada baris puisi:
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Feeling atau Perasaan Penyair dalam Puisi Cintaku Jauh di Pulau
Perasaan penyair yang digambarkan dalam puisi di atas adalah perasaan cinta yang menggebu. Awalnya cinta yang sangat bahagia. Hal ini tampak pada bait pertama:
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
Akan tetapi pada bait itu pula, penyair merasa bahwa ada sesuatu yang akan menganggu perjalanan cintanya. Penyair mengatakan:
tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
aku tidak ‘kan sampai padanya.
sampai pada akhirnya, penyair benar-benar kecewa karena tidak dapat hidup bersama kekasihnya yang manis karena terlebih dahulu dipisahkan oleh ajal atau kematian.
Nada dan Suasana dalam Puisi Cintaku Jauh di Pulau
Nada yang digunakan oleh penyair dalam puisi tersebut adalah nada kegetiran dan kekhawatiran Hal ini tampak dengan penggunaan kata yang mengandung huruf r di akhir kata yaitu: melancar, memancar, pacar. Akhir bunyi r menggambarkan suasana yang tidak nyaman.
Juga terdapat suasana sedih dengan digunakan bunyi akhir -uh pada kata rapuh, tempuh akhir bunyi -u yang berulang pada bait ketiga. Penggunaan nada u yang berulang menunjukkan kesedihan dan ketidakberdayaan.
Amanat Puisi Cintaku Jauh di Pulau
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui amanat dari puisi tersebut adalah:
Ketika kita merasakan cinta kepada seseorang kita harus memperjuangkannya. Memperjuangkan dengan sekuta tenaga dan butuh waktu yang lama (jalan sudah bertahun kutempuh).
Akan tetapi, jalan yang sudah bertahun ditempuh itu bukan berarti menandakan perjuangan belum berakhir dan bisa hidup bahagia bersama, tetapi juga bisa berakhir sedih karena harus berpisah dan tidak melanjtkan hubungan.
Dalam kondisi tersebut kita harus siap.
Keindahan Puisi Cintaku Jauh di Pulau
Keindahan puisi di atas muncul karena penggunaan majas yang baik. Menggunakan aliterasi dan asonansi. Juga menggunakan rima di masing-masing baitnya. Tidak hanya itu, ciri khas Chairil Anwar yang suka memenggal baris dan memenggal kata juga menambah keindahan puisi tersebut.
Majas Puisi Cintaku Jauh di Pulau
terdapat pada baris:
Ajal memanggil dulu
Baris di atas mengandung majas personifikasi karena ajal seolah-olah bertingkah seperti manusia yang bisa memanggil-manggil.
Aliterasi dan Asonansi Puisi Cintaku Jauh di Pulau
aliterasi s. adalah perulangan bunyi konsonan s yang terdapat pada baris:
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Masing-masing kata pada baris tersebut mengandung huruf s.
asonansi a adalah perulangan bunyi vokal a yang terdapat pada bari:
Ajal bertakhta sambil berkata
Masing-masing kata pada beris di atas mengandung bunyi a yang berulang-ulang.
Rima atau Sajak Puisi Cintaku Jauh di Pulau
Rima atau sajak adalah pengulangan bunyi bahasa dengan pola tertentu. Rima dalam puisi Chairil Anwar tersebut terdapat pada bait 2, bait 3, dan bait 4.
Bait 2 dapat dikatakan bersajak aa-bb. Hal ini tampak pada bunyi akhir yang sama antara memancar dan pacar serta bunyi terasa dan padanya. R-R-A-A.
Bait ketiga mengandung rima yang sama yaitu dengan bunyi akhir mendayu-melaju dan berkata-saja.
Begitu pula dengan bait keempat yang diakhiri dengan kata tempuh dan rapuh serta dulu dan cintaku.
Pemenggalan Kata Chairil Anwar dalam Cintaku Jauh di Pulau
Chairil Anwar dikenal sebagai penyair yang suka memenggal kata sehingg hanya ditulis sebagian saja dengan menggunakan apostrof di awalnya. Misalnya dalam puisi Taman karyanya dia hanya menusil 'nusia padahal yang dimaksud adalah manusia.
Pemenggalan kata seperti itu juga terdapat pada puisi ini, yaitu:
ole-ole
'kan
'ku
Kata ole-ole pada baris: di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar. Jika ditulis 'normal' adalah oleh-oleh yang artinya sama dengan buah tangan.
'kan adalah bentuk pemendekan kata akan yang terdapat pada baris keempat bait kedua: aku tidak ‘kan sampai padanya.
'ku adalah bentuk pemendekan dari kata aku yang terdapat pada baris terakhir: kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
Demikian penjelasan tentang makna dan keindahan yang terdapat pada puisi Cintaku Jauh di Pulau karya sastrawan besar pelopor angkatan 45, Chairil Anwar.
Salam Pustamun!
Bagus lengkap :D
BalasHapusBagus lengkap :D
BalasHapusterima kasih kunjungannya.
HapusSangat bermanfaat, semoga menjadi manfaat amal dunia akhirat
BalasHapusamin... semoga berkah.
Hapus