Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Contoh Kelompok Teater/Drama yang Berkembang di Indonesia

 Contoh Kelompok Teater/Drama yang Berkembang di Indonesia

Pada dasarnya, ada banyak sekali contoh kelompok teater  atau drama yang berkembang di Indonesia. Masing-masing wilayah, khususnya yang memiliki simpul-simpul pegiat sastra pertunjukan memiliki kelompok teater. 

Sekadar menyebut contoh, di sekolah ada Teater Bulu, di SMA Negeri Ambulu. Ada pula kelompok teater di Kampus. Misalnya ada Teater Tiang, di FKIP Universitas Jember. Belum lagi teater-teater komunitas.

Dalam contoh kelompok teater yang berkembang di Indonesia kali ini, yang akan dijelaskan adalah tiga kelompok teater yang sudah berkembang di skala nasional. 

1. Teater Mandiri

Teater Mandiri adalah kelompok teater yang didirikan pada tahun 1971 di Jakarta. Pada mulanya Teater Mandiri membuat pertunjukan di televisi dengan judul Orang-orang Mandiri, Apa Boleh Buat, Kasak-kusuk, Tidak, dan Aduh. 

Dua judul, Aduh dan Kasak-kususk meskipun sudah dipentaskan dan direkam untuk siaran, batal disiarkan. Hal ini karena situasi politik yang tidak memungkinkan. Aduh dan Kasak-kususk tidak diperkenankan disiarkan karena bisa menyinggung penguasa saat itu. 

Selanjutnya lakon Aduh, pada tahun 1974 mulai ditamplan di panggung. Lakon tersebut pernah tampil di Taman Ismail Marzuki. Sejak itulah, Teater Mandiri muncul rutin di Taman Ismail Marzuki (TIM), juga tampil di GKJ (Gedung Kesenian Jakarta).

Naskah-naskah yang pernah dipentaskan oleh Teater Mandiri antara lain: Lho, Anu, Entah, Nol, Blong, Awas, Hom-Pim-Pah, Dor, Awas, Aum, Gerr, Dor, Los, Aib, Yel, Tai, Bor, Wah, Ngeh, War, Dar-Der-Dor, Luka, Jangan Menangis Indonesia, Zoom, Zero, Zetan, dan Cipoa. 

Selama masa kratifnya, Teater Mandiri hanya mementaskan lakon yang ditulis sendiri oleh Putu Wijaya, pemimpin dan sutradara Teater Mandiri. Tercatat hanya sau kali Teater Mandiri mementaskan naskah karya orang lain yaitu naskah yang berjudul The Coffin is Too Big for The Hole milik Kuo Pao Kun yang berasal dari Singapura. Naskah tersebut ditampilkan dalam Festival Asia di Tokyo, Jepang. Tahun 2000.

Putu Wijaya beralasan, Teater Mandiri hanya menampilkan naskah drama milik sendiri bukan hanya karena ingin menampilkan karya sendiri, bukan karya orang lain. Tapi juga untuk mendorong proses penciptaan karya sastra berupa naskah drama. Mengingat pada saat itu, menghasilkan naskah drama adalah sesuatu yang sedang diupayakan dalam kehidupan teater modern Indonesia. 

Seperti halnya karya-karya Putu Wijaya yang berbentuk Novel maupun Cerpen, naskah-naskah drama yang dibuatnya juga memiliki ciri khas. Terdiri dari satu kata. Yang umumnya adalah kata seru yang memiliki makna yang kuat. Misalnya yang berjudul: wah, Lho, Dor, bahkan hanya satu suku kata. Dari situ, mengandung banyak kemungkinan rasa dan pengertian. 

Ambiguitas kata yang digunakan sebagai judul naskah drama karya Putu Wijaya sebagai sutradara dan penulis naskah Teater Mandiri itu menimbulkan makna keanehan, kelucuan, tapi sekaligus kedalaman makna jika diresapi. 

Tokoh yang digambarkan pun banyak yang tidak bernama, bahkan tidak jelas asal-usulnya. Tokoh-tokoh yang tidak bernama hanya berupa ide, bukan sosok. Dari situ, tokoh-tokoh dalam naskah drama tersebut dapat mewakili kemajemukan seluruh bangsa Indonesia, tidak menyebutkan agama atau suku bangsa, sehingga bisa diadaptasi oleh seluruh kelompok budaya dan agama. Namun, menjadi tidak otentik, karena memang tidak disebutkan karakternya dengan jelas. Tapi idenya sangat kuat. 

Dari segi dialog, Teater Mandiri memiliki ciri khas yang blak-blakan, kasar, keras, tapi lucu. Teater Mandiri selalu menghindari caci maki, mencerca, dan mengejek orang lain. Jadi, kritik yang ditampilkan adalah kritik sosial yang tidak menyerang sosok pribadi. Teater Mandiri sudi dijadikan bahan ejekan, bulan-bulanan yang dikritik, sebagai upaya mengajak orang lain untuk sadar. 

Meskipun lahir dan pentas di masa politik yang represif pada seniman, Teater Mandiri tidak pernah berurusan dengan aparat negara karena kritik-kritiknya. Hal ini karena dalam naskah, pemain hanya tampil sekali dalam panggung, tidak keluar lalu masuk lagi. Hal ini dibuat agar pelakon yang memang bukan aktor, tidak tertanggu oleh hal lain, sekaligus menjaga konsentrasinya agar tidak dipengaruhi hal lain di luar lakon. 

Teater Mandiri sebagai kelompok teater bukanlah sebuah organisasi, melainkan sebuah paguyuban. Meskipun berupa paguyuban yang tidak terlalu mengikat anggotanya, Teater Mandiri memiliki dua acuan, yaitu:

Pertama: Bertolak dari yang ada

Maksudnya, Teater Mandiri ada untuk mengajak anggotanya belajar untuk menerima, menghayati, dan memanfaatkan, mengoptimalkan sebagai cara untuk mencapai tujuan yang dikendaki.  Dengan dasar berpikir ini, semua kelemahan justru diubah menjadi kekuatan. Yang adanya kelemahan harus diubah menjadi kekuatan, yang awalanya berupa kekurangan diubah menjadi kelebihan. Proses menjadi sangat penting, bukan sekadar mencapai hasil akhir yang baik. 

Kedua: Teror Mental

Teror mental artinya kegoncangan pada jiwa, bisa membangkitkan seseorang untuk kembali berpikir sehingga bisa lebih awas. Bagi Teater Mandiri, tontotan tidaklah sekadar untuk menghibur. Meskipun ada unsur hiburan, sebuah tontonan harus memberikan manfaat. Manfaat itu diwujudkan dalam bentuk kegoncangan batin sehingga menjadi pengalaman spiritual. Bukan hanya bagi penonton, tapi juga bagi seluruh pelaku teater dan kru pendukungnya. Teater Mandiri bertujuan untuk membentuk jatidiri. 


Anggota Teater Mandiri bukan hanya pelaku teater profesional. Tetater Mandiri menjadi tempat bagi orang dengan berbagai macam latar belakang. Ada mahasiswa dan pelajar, karyawan, pegawai negeri, tukang parkir, bekas narapidana, wiraswasta, pengangguran, guru dan dosen, tukang sapu, pemain sinetron. Hanya sedikit anggotanya yang benar-benar aktor. Oleh karena itu, ada sutradara dari Taiwan yang menjuluki Teater Mandiri sebagai people theater. 

Ciri khas dari Teater Mandiri adalah ceritanya dibuat seakan-akan dongeng atau karikatur. Penonton tidak diajak percaya pada jalan cerita dan apa yang terjadi di panggung. Bahkan yang terjadi di panggung harus diyakini sebagai kepura-puraan semata, bahkan dilebih-lebihkan. Namun, yang dipentingkan adalah suasanya. 

Teater Mandiri telah menjadi bagian pembentuk Teater Modern Indonesia. Dengan kiprahnya yang besar dan idealisme kesenian yang kuat, Teater Mandiri telah membuat teater Indonesia juga diperhitungkan di kancah internasional. Teater Mandiri juga sudah sering tampil di mancanegara, sementara juga tatap berusaha tampil di Indonesia. 

Sangat tepat jika Teater Mandiri disebut sebagai salah satu contoh kelompok teater atau drama yang berkembang di Indonesia.


2. Teater Koma

Contoh kedua kelompok teater yang berkembang di Indonesia adalah Teater Koma. Dalam sebuah dokumentasi para pelakunya. Mengapa namanya koma, ternyata bukan titik. Tidak berakhir, jika pun berhenti hanya jeda. 

Teater Koma didirikan pada 1 Maret 1977 di Jakarta. Pendirinya adaah N. Riantiarno. Teater Koma sudah melakukan lebih dari 111 pementasan, hingga tahun 2007. Pementasan tersebut juga terhitung panggung maupun televisi. Teater Koma juga sering melakukan kegiatan kreatif di pusat-pusat kesenian di Jakarta baik di Taman Ismail Marzuki, maupun di Gedung Kesenian Jakarta, ataupun di TVRI. 

Teater Koma merupakan perkumpulan yang bersifat non-profit, tidak mencari laba. Pada mulanya didirikan oleh 12 orang seniman. Keduabelas orang tersebut kemudian disebut sebagai angkatan pendiri. Kini, Teater Koma memiliki sekitar 30 anggota aktif, juga memiliki 50 anggota yang siap bergabung sewaktu-waktu jika keadaan memungkinkan. 

Sebagai sutradara dan punulis naskah, N. Riantiarno menulis naskah yang banyak dipentaskan oleh Teater Koma. Judul-judul tersebut antara lain: Maaf. Maaf. Maaf. J.J, Kontes 1980, Rumah Kertas. N. Riantioarno juga menulis trilogi Opera Kecoa (Bom Waktu, Opera Kecoa, Opera Julini), selain itu naskah yang berjudul: Opera Primadona, Bangci Gugat, Sampek Engtay, Pialang Segi Tiga Emas, Konglomerat Burisrawa, RSJ atau Rumah Sakit Jiwa, Suksesi, Opera Ular Putrih, Semar Gugat, Samson Delila, Opera Sembelit, Republik Bagong, Presiden Burung-Burung. 

Teater Koma adalah keompok teater independen. Acapkali, karya-karya yang ditampilkan merupakan kritik terhadap kondisi dan situasi sosial politik di tanah air. Maka dari itu, tak jarang Teater Koma dilarang tampi serta pencekalan dari aparat keamanan dan aparat politik. 

Kelompok ini berusaha optimis memiliki panggung yang bebas berkesenian. Beraharap pertunjukan teater bisa berkembang dengan sehat dan terbebas dari kepentingan politik praktis. Sehingga bisa menjadi tontonan yang dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat. 

Teater Koma berkeyakinan bahwa jika teater berkembang di Indonesia, masyarakat Indonesia menjadi lebih baik. Karena teater bisa menjadi jembatan menuju keseimbangan batin, sehingga teater di Indonesia bisa menjadi jalan tercipatanya kebahagiaan manusiawi. 

Bercermin lewat teater, diyakini pula sebagai salah satu jalan utuk enemukan kembali akal budi, akal sehat, dan nurani sebagai manusia Indonesia.  Teater koma, sebagai salah satu kelompok teater dan drama yang berkembang di Indonesia  merupakan kelompok kesenian yang konsisten dan produktif. Tidak salah bahwa Teater Koma disebut sebagai Kelompok teater yang berkembang di Indonesia karena pernah menggelar pementasan selama 14 hari dengan penonton yang banyak. 


3. Teater Gandrik

Teater Gandrik didirikan di Jogjakarta pada 12 September 1983. Tentu tanggal tersebut menjadi tanggal yang istimewa bagi para anggota dan pendirinya. Tater Gandrik, sebagai sebuah perkumpulan seni pertunjukan modern telah memberikan warna yang menarik bagi alam kesenian di Jogjakarta. Teater Gandrik telah menjadi tempat bertemunya para pelaku seni, ide, dan bentuk-bentuk kreativitas. 

Gandrik pada awalnya adalah nama sebuah festival. Sebuah festival Rakyat tingkat Nasional ang diselenggarakan oleh Departempen Penerapangan RI. Waktu itu, didiukung oleh delapan orang yaitu: Jujuk Prabowo sebagai sutradara, Heru Kewasa Murti selaku penulis naskah sekaligus pemain, Novi Budianto sebagai penata musik, Septaria Handayaningsih, Susilo Nugroho, Neneng Suryaningsih, Sepnu Heryanto, dan Mbah Kartono sebagai pemain. Padaa saat awal itu, Teater Gandrik menggelar lakon Kesandung naskah drama karya Fadjar Sharno dan naskah drama Meh karya Heru Kewasa Murti. 

Setelah festival selesai, nama Gandrik tetap melekat pada porses kreatif seni pertunjukan yang merambah dunia televisi. TVRI Yogyakarta, Surabaya, dan TVRI Pusat di Jakarta. 

Pada Mei 1985, dilakukan pembenahan dalam tubuh Teater Gandrik setelah Neneng Suryaningsih mengundurkan diri. Masuklah Butet Kertaredjasa sebagi pemain sekaligus pemimpin produksi. Kemudian, Butet memimpin Teater Gandrik hingga sekarang. Djaduk Ferianto terlibat merancang musik, sutradara, dan pemain. Rulyani Isfihana menggantingkan posisi Neneng. 

Jadilah Tater Gandrik menjadi kelompok teater yang berkembang di Indonesia denga dikenal oleh masyarakat luas, bukan hanya kalangan seniman teater saja. 

Tidak hanya mementaskan pertunjukan di Jogja atau Indoensia saja, Teater Gandrik telah pula tampil di mancanegara antara lain di Singapura, Malaysia, juga Australia. 

Naskah-naskah yang pernah ditampilkan oleh Teater Gandrik antara lain: Mas Tom, Depatremen Borok, Buruk Muka Cermin Dijual, Flu, Tangis, Juru Kunci, Upeti, Proyek, Orde Tabung, Khayangan Goyang, Brigade Maling, Kesandung, meh, Pensiunan, Pasar Seret, Isyu, Sinden, Dhemit. 

Teater Gandrik sangat tepat jika disebut sebagai kelompok teater yang berkembang di Indonesia karena meskipun berangkat dari nafas budaya Jawa telah berkembang menjadi teater modern yang menyuguhkan pertunjukan yang dinanti-nanti oleh penonton. 

Meskipun berisi kritik sosial, Teater Gandrik bisa bertahan dari represi penguasa karena menggunakan filosofi jawa yang mencubit tapi yang dicubit tidak merasakan sakit. Tentu saja ini sangat kental dengan latar budaya para pelaku Teater Gandrik yang berasal dari Jogja.


Demikian contoh-contoh kelompok teater yang berkembang di Indonesia. Selain ketiga nama besar di atas, juga ada Bengkel Teater. Kelompok teater yang dipimpin oleh seniman sastrawan WS Rendra. 


Posting Komentar untuk "Contoh Kelompok Teater/Drama yang Berkembang di Indonesia"