Tanjung Balai, Kronologi dan Makna Bahasa di Balik Peristiwa Kerusuhan SARA
Di dunia maya,
berita tentang Kerusuhan Tanjung Balai sempat menjadi sorotan. Kabarnya ada
bangunan tempat ibadah menjadi sasaran pembakaran. Hal ini disebabkan hal
sepele, yaitu adanya seorang ibu yang menyuruh untuk mengecilkan volume suara
di sebuah tempat ibadah yang lain.
Kronologi
Kerusuhan bermula
sejak adanya kerumunan massa yang mendatangi rumah sang ibu. Karena keadaan
semakin memanas, maka sang ibu beserta keluarga diamankan ke kantor polisi
setempat. Sudah diadakan dialog di tempat itu. Tetapi, di luar tempat dialog,
massa semakin banyak.
Massa yang sempat
membubarkan diri, kembali berkumpul. Diduga, berkumpulnya massa karena adanya
pesan melalui media sosial. Akhirnya mereka berusaha membakar sebuah rumah
ibadah. Polisi berhasil mencegah upaya tersebut.
Karena dihalangi
polisi, massa yang sudah berkumpul akhirnya bergerak ke tempat lain. Bukannya
membubarkan diri, ternyat mereka justru merusak tempat ibadah di sekitar tempat
kejadian. Kabarnya sampai mebakar tempat ibadah, tetapi berdasarkan beberapa
sumber yang dibakar adalah peralatan ibadah, bukan tempat ibadahnya.
Ada apa di
Tanjung Balai? Itu pertanyaannya. Tidak ada yang tahu pasti, apalagi yang ada
nun jauh di pulau Jawa. Maka, jangan mudah berspekulasi. Lihat secara cermat. Berkomentar
secara cerdas. Jangan biarkan fitnah atau berita hoax yang menyebar dari media
sosial menjadi rujukan satu-satunya.
Persatuan bangsa
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, ras, dan golongan
hendaknya tetap dijaga. Upaya yang paling sederhana yang bisa dilakukan adalah,
jangan sebarkan berita yang belum tentu kebenarannya. Baca saja, tidak perlu
membagikan apalagi menyiarkan ulang. Kalau dirasa tidak bisa berkomentar yang
bisa meredam suasana, jangan pula berkomentar. Mungkin maksud kita meredam,
tetapi bisa jadi justru disalahartikan.
Di balik itu
semua, ada makna bagus di balik kata Tanjung Balai. Tanjung balai adalah sebuah
kabupaten di Sumatera Utara. Tanjung Balai terdiri dari dua kata, yang
masing-masing memiliki makna yaitu tanjung dan balai.
Makna Tanjung Balai
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia ada empat kata tanjung. Masing-masing memiliki makna
yang berbeda. Berikut ini penjelasan tentang kata tanjung dalam bahasa
Indonesia.
Tanjung yang
pertama,
dibaca /tan·jung/ adalah sebuah nomina (kata
benda) yang berarti: tanah (ujung) atau pegunungan yang menganjur ke laut (ke
danau); Jadi, mungkin tanjung merupakan akronim dari tanah ujung.
Tanjung yang
kedua,
dibaca /tan·jung/
adalah sebuah kata benda (nomina). Ada dua makna pada kata tanjung yang berarti
tumbuhan ini. Makna pertama, dengan bunga berwarna putih kekuning-kuningan dan
berbau harum, biasanya dipakai untuk hiasan sanggul; Nama latinnya adalah: Mimusops
elengi; Makna yang kedua yang dimaksud dengan tanjung adalah: bunga tanjung.
Tanjung yang
ketiga,
juga dengan ejaan
yang sama, yaitu /tan·jung/ merupakan kata benda (nomina) yang memiliki
pengertian tumbuhan paku yang dapat tumbuh di rawa-rawa; Nama latinnya adalah: Diplazium
esculentum.
Tanjung yang
keempat,
dibaca /tan·jung/
adalah nomina (kata benda). Merupakan istilah dalam dunia militer yang memiliki
arti: bintang perak atau emas sebagai tanda pangkat (yang disematkan pada polet
atau leher baju).
Sementara balai,
dalam bahasa Indonesia ada dua kata. Kata yang pertama memiliki arti rumah
umum, atau gedung. Kata yang kedua memiliki arti pekan yang
diserap dari bahasa minangkabau.
Dilihat dari
masing-masing makna dari kata-kata tersebut, kata tanjung memiliki makna yang
sangat bagus yaitu bunga, dan tanda pangkat, sementara makna yang lain adalah
daratan yang menjorok ke laut atau danau. Sementara itu, balai memiliki makna
bangunan dan juga pekan.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa Tanjung Balai mungkin dapat dimaknai sebagai tempat yang
bagus dan indah (emas, perak dan bunga) yang menjadi tempat tinggal bersama
(umum) seluruh warganya meskipun berbeda-beda.
Hendaknya nilai
keindahan yang terkandung dalam nama Tanjung Balai menjadi inspirasi
bagi semua pihak, terutama yang ada di sana sebagai bahan renungan untuk saling
mengharagai dan menjaga kerukunannya. Bukan justru membuatnya jauh dari
realitas kehidupan di sana.
Sementara itu,
situs berita hendaknya tidak memberitakan berita yang bermuatan negatif
sehingga mengakibatkan munculnya kebencian. Juga harus selektif terhadap
komentar yang ada di situs masing-masing. Komentar yang provokatif memunculkan
sifat provokatif pula, akhirnya nanti bisa memicu keadaan yang destruktif.
Semoga aman,
seluruh bumi Indonesia.
Salam pustamun.
Posting Komentar untuk "Tanjung Balai, Kronologi dan Makna Bahasa di Balik Peristiwa Kerusuhan SARA"
Komentar bisa berupa saran, kritik, dan tanggapan. :)