Analisis Penggunaan Diksi Puisi IBU Karya D. Zawawi Imron
Analisis Penggunaan Diksi Puisi IBU Karya D. Zawawi Imron
Dalam menulis puisi, penyair tentu sangat memperhatikan penggunaan
Diksi. Diksi atau pilihan kata dalam puisi mencakup tiga aspek penting yaitu:
- - Makna kias (makna konotatif)
- - Makna Simbol
- - Rima atau Persamaan Bunyi
Makna konotatif adalah makna kiasan, sebagai pengganti
maksud dari penyataan. Bedanya dengan makna simbol adalah, simbol mewakili suatu
hal yang disepakati oleh banyak orang. Rima atau Persamaan Bunyi adalah penggunaan
bunyi, atau bunyi akhir kata atau larik dalam puisi.
Salah satu puisi yang dapat dianalisis dari segi penggunaan
Diksi adalah Puisi Ibu karya D. Zawawi Imron. Puisi Ibu yang karya
penyair asal Madura ini dianalisis dari Aspek Diksi Makna Konotatif, Aspek
Diksi makna Simbol, dan Aspek Diksi Rima.
Dalam buku teks pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMA Kelas
X, terdapat Tugas halaman 263 yang berisi petunjuk:
1.
Bacalah kembali puisi “Ibu”
Karya Zawawi Imron.
2.
Analisislah penggunaan
diksi dalam puisi tersebut dengan menggunakan tabel berikut ini.
Meskipun tabelnya terlalu sempit untuk langsung ditulis di
dalamnya. Tapi, adanya tabel analisis tersebut cukup membantu memahami
penggunaan diksi dalam puisi “Ibu” karya Zawawi Imron.
Sebelum menganalisis, kita baca kembali puisi tersebut:
IBU
Karya: D. Zawawi Imron
Kalau aku merantau
Lalu datang musim kemarau
Sumur-sumur kering,
Daunan pun gugur bersama reranting
Hanya mata air air matamu ibu,
Yang tetap lancar mengalir
Bila aku merantau
Sedap kopyor susumu
Dan ronta kenakalanku
Di hati ada mayang siwalan
Memutikkan sari-sari kerinduan
Lantaran hutangku padamu
Tak kuasa kubayar
Ibu adalah gua pertapaanku
Dan ibulah yang meletakkan aku di sini
Saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
Aku mengangguk meskipun kurang mengerti
Bila kasihmu ibarat samudera
Sempit lautan teduh
Tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
Tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
Lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
Namamu, ibu, yang akan kusebut paling dahulu
Lantaran aku tahu
Engkau ibu dan aku anakmu
Bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu
tunjukkan telah kukenal
Ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
Sesekali datang padaku
Menyuruhku menulis langit biru
Dengan sajakku
(Sumber: Antologi Puisi Bantalku Ombak Selimutku Angin.
1996)
Makna Konotatif Puisi ‘Ibu’ Karya D. Zawawi Imron
Larik yang memiliki makna kias atau makna konotatif dalam
puisi berjudul Ibu ini antara lain:
Kalau aku
merantau
Lalu datang
musim kemarau
Larik puisi
di atas memiliki makna kias. Karena yang
dimaksud dengan musim kemarau yang dimaksud bukanlah tentang cuaca. Tapi
tentang kondisi yang kemarau. Merantau adalah mencari penghasilan
ke luar dari daerahnya, jauh dari rumah. Lalu datang musim kemarau memiliki
makna kias yaitu: keadaan paceklik, tidak memiliki penghasilan yang memadai,
bahkan cenderung kurang.
Hanya mata
air air matamu ibu,
Yang tetap
lancar mengalir
Larik puisi di atas, juga mengandung makna kias. Mata air,
air matamu ibu bukan berarti ibu sedang menangis, tapi doa-doa dan kasih
sayang dari ibu yang tak pernah kering. Tak pernah kemarau. Larik puisi di atas
memiliki makna kias: Kasih sayang dan doa-doa ibu tidak pernah berhenti, apapun
keadaan yang dialami oleh anak-anaknya.
Makna Simbol dalam Puisi ‘Ibu’ Karya D. Zawawi Imron
Meskipun perbedaan antara makna kias dan makna
simbol sangat tipis, tapi dapat dibedakan. Makna kias adalah makna keseluruhan
larik. Sementara makna simbol cendurung merujuk pada satu kata.
Berikut ini adalah larik-larik puisi ‘Ibu’ yang memiliki
makna simbol, antara lain:
Ibu adalah gua pertapaanku
Dalam larik puisi di atas, ibu disimbolkan sebagai gua. Jadi
larik tersebut mengandung makna simbol. Khususnya dalam kata gua. Gua
yang dimaksud dalam larik tersebut merupakan simbol tempat berteguh dan
berlindung.
Dengan menggunakan diksi simbol, maka penyair D. Zawawi
Imron hendak menggambarkan bahwa ibu adalah tempat berteguh, berlindung,
dari kerasnya keadaan alam liar kehidupan.
Tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
Makna simbol selanjutnya terdapat pada larik di atas,
khususnya pada kata lumut. Lumut dalam larik puisi tersebut merupakan
simbol dari kesalahan. Jadi, merupakan kesalahan yang seharusnya
dibersihkan. Lumut dalam makna sebenarnya adalah sejenis organisme yang mengganggu,
licin, dan kotor. Dibersihkan dengan
mandi. Kata mandi juga merupakan
simbol untuk membersihkan kesalahan yang pernah dilakukan. Menebus kesalahan
dan tidak melakukannya lagi.
Rima dalam Puisi ‘Ibu’ Karya D. Zawawi Imron
Rima yang terdapat dalam pada puisi Ibu antara lain berupa rima
kembar bepola dan penggunaan aliterasi dan asonansi.
Rima kembar berpola terdapat pada larik puisi berikut:
Kalau aku
merantau
Lalu datang
musim kemarau
Sumur-sumur
kering,
Daunan pun
gugur bersama reranting
Secara vertikal keempat larik puisi di atas diakhiri bunyi yang berpola a-a-b-b.
Baris pertama dan kedua sama-sama diakhiri bunyi au dalam kata meran-tau dan
kema-rau. Kedua kata tersebut sama-sama diakhiri dengan bunyi
yang sama. Baris ketiga dan keempat, juga sama-sama diakhir bunyi –ing dalam
kata ke-ring dan reran-ting.
Baris pertama sama dengan baris kedua, baris ketiga sama dengan
baris keempat. Maka disebut dengan rima kembar berpola.
Selanjutnya, dalam puisi Ibu, penyair D. Zawawi Imron
juga banyak menggunakan perulangan konsonan dalam satu larik puisi. Selain itu
juga tedapat asonansi dalam puisi tersebut.
Asonansi: adalah perulangan bunyi vokal dalam satu baris puisi.
Tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
Pada larik puisi tersebut, D. Zawawi Imron menggunakan
perulangan bunyi i pada kata mandi, mencuci, dan kata diri.
Aliterasi: adalah perulangan bunyi konsonan dalam satu baris puisi.
Sumur-sumur kering
Daunan pun gugur bersama reranting
Dalam kedua larik puisi ‘Ibu’ tersebut, D. Zawawi Imron menggunakan
kata yang mengandung konsonan ‘r’ secara berulang-ulang. Penggunaan aliterasi ‘r’ dalam larik puisi di
atas menggambarkan kegersangan dan getaran-getaran yang kuat saat puisi
tersebut dibaca.
Aliterasi juga terdapat dalam larik:
Ibulah itu bidadari berselendang bianglala
Dalam larik di atas, terdapat perulangan bunyi b dalam
kata ibulah, bidadari, berselendang, bianglala. Dengan penggunaan bunyi b
yang berulang ini, juga menggambarkan keindahan saat dibaca. Sebuah upaya
yang senada dengan usaha menggambarkan keindahan ibu yang seperti bidadari
dengan pakaian bianglala (pelangi).
Demikian penjelasan dan analisis Diksi dalam Puisi ‘Ibu’
Karya D. Zawawi Imron. Dengan menganalisis makna konotasi, makna simbol, dan
rima dalam puisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Ibu adalah sosok terindah
yang selalu menyayangi anaknya terlebih ketika sang anak sedang dalam kondisi
kesusahan.
Semoga bermanfaat, salam Pustamun!
Posting Komentar untuk " Analisis Penggunaan Diksi Puisi IBU Karya D. Zawawi Imron"
Komentar bisa berupa saran, kritik, dan tanggapan. :)