Ciri-ciri Struktur Estetik dan Ekstra Estetik Periode Sastra Indonesia Modern
Ciri Struktur Estetik dan Ekstra Estetik Periode Sastra Indonesia Modern Menurut Rachmat Djoko Pradopo
Rachmat Djoko Pradopo membagi
periodisasi sastra Indonesia tidak seperti susunan balok-balok, yang satu balok
(periode) terpisah dengan balok lain yang diletakkan secara sejajar.
Periodisasi sastra yang dilakukan oleh Rachmat Djoko Pradopo beririsan antara
satu periode dengan periode lain.
Menurutnya, suatu periode sastra
tidak mutlak digantikan oleh generasi atau periode yang lain. Sastra dari
periode sebelumnya tetap ada, lalu muncul angkatan sastra yang lebih baru.
Jadi, periode sastra itu saling tumpang tindih antara satu dengan yang lain.
Bahkan, periode sastra angkatan
sebelumnya masih eksis untuk menunjukkan kekuatannya.
Maka, jika dipisah akan
memunculkan irisan pada masing-masing angkatan atau periode sastra. Tentu
dengan ciri-ciri sastra –baik ciri estetik maupun ciri ekstra estetik—yang
berbeda-beda pula.
Menurut teori yang ditulis oleh
Rachmat Djoko Pradopo sampai dengan tahun 1984, terdapat lima angkatan periode
sastra di Indonesia. Berikut ini pembagian periode sastra Indonesia menurut
Pradopo:
·
Periode Balai Pustaka: 1920-1940
·
Periode Pujangga Baru: 1930-1945
·
Periode Angkatan 45: 1940-1955
·
Periode Angkatan 50: 1950-1970
·
Periode Angkatan 70: 1965-sekarang (1984)
Masing-masing periode memiliki
ciri-ciri tersendiri. Rachmat Djoko Pradopo membagi periode sastra Indonesia
berdasarkan dua aspek, yaitu ciri struktur estetik, dan ciri struktur
ekstra-estetik.
Ciri struktur estetik periode
sastra meliputi: penokohan, aluar, teknik latar, gaya bercerita dan gaya
bahasa, pusat pengisahan. Sementara ciri struktur ekstra-estetik meliputi:
filsafat, pemikiran, gambaran kehidupan, pandangan hidup, bahkan termasuk
penggunaan bahasanya sendiri.
pemikiran, filsafat, pandangan
hidup, gambaran kehidupan bahkan termasuk bahasanya tersendiri.
Penjelasan Periodisasi Sastra
Indonesia Menurut Rachmat Djoko Pradopo
Periode Balai Pustaka: 1920-1940
Pada periode sastra Balai
Pustaka, jenis sastra yang berkembang adalah roman, ada juga cerita pendek
tapi sangat sedikit jumlahnya, bahkan jarang diidentifikasi. Adapun puisi pada
periode Balai Pustaka, berupa syair. Syair ini tidak diterbitkan atau
sengaja disusun tersendiri, melainkan umumnya disisipkan dalam roman-roman
untuk memberi nasihat.
Nama Balai Pustaka diambil
dari nama Jawatan Penerbitan milik pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang
menerbitkan karya-karya penyair Indonesia.
Ciri-Ciri Struktur Estetik Periode Balai Pustaka: 1920-1940
Gaya bahasa yang banyak digunakan
adalah perumpamaan klise, pepatah-pepatah, dan peribahasa. Meskipun mirip
dengan hikayat, namun sudah berbeda dengan bahasa hikayat lama karena dalam
periode pertama sastra Indonesia ini, sudah menggunakan bahasa percakapan
sehari-hari;
·
alur roman sebagian besar alur lurus (tidak ada alur maju
mundur);
·
teknik penokohan dan perwatakannya banyak menggunakan
analisis langsung, yaitu dijelaskan langsung oleh pengarang dalam sastra, tidak
melalui penggamparan perilaku atau ucapannya.;
·
pusat pengisahannya pada umumnya menggunakan metode orang
ketiga yang bersifat romantik-ironik;
·
banyak digresi, yaitu sisipan peristiwa yang tidak langsung
berhubungan dengan inti cerita;
·
bersifat didaktis (mendidik), hal ini sesuai dengan misi
diterbitkannya roman pada masa itu, ditujukan kepada pembaca untuk memberi
nasihat;
·
bercorak romantis, tidak sesuai dengan kondisi sosial
masyarakat yang terjadi di masanya. Jadi seolah-olah melarikan diri dari masalah kehidupan
sehari-hari.
Ciri-Ciri Ekstra Estetik Periode Balai Pustaka: 1920-1940
Ciri-ciri ekstra-estetik yang
memengaruhi karya sastra angkatan Balai Pustaka meliputi:
·
bermasalah adat, terutama masalah adat kawin paksa dan
permaduan (poligami). Cerita yang diangkat terkait pertentangan dan pertanyaan
terhadap adat;
·
pertentangan paham antara kaum tua dengan kaum muda: kaum
tua mempertahankan tradisi yang lama sedangkan kaum muda menghendaki kemajuan
menurut paham kehidupan modern;
·
latar penceritaan karya sastra pada umumnya latar daerah,
pedesaan, dan kehidupan daerah;
·
cerita sudah dikisahkan di zaman sekarang, bukan di tempat
dan zaman antah-berantah, tidak lagi menggunakan pada zaman dahulu, di
sebuah Kerajaan antah-berantah.
·
cita-cita kebangsaan belum dipermasalahkan, masalah masih
bersifat Kedaerahan. Tidak menyinggung masalah pemerintah kolonial dan apalagi
kemerdekaan.
Periode Pujangga Baru: 1930-1945
Nama periode Pujangga Baru dinukil
dari nama Majalah Poedjangga Baroe. Juga pada pernyataan bahwa para
sastrawan pada periode ini menahbiskan diri sebagai Pujangga Baru, yang berbeda
dengan angkatan sebelumnya. Pada Periode sastra Pujangga Baru, puisi
sangat dominan. Selain itu, prosa juga sudah mulai banyak ditulis. Meskipun
pada masa ini, novel dan roman bukan sebuah jenis sastra yang utama atau
menonjol. Pada periode ini, karya sastra Indonesia beraliran romantik.
Ciri-Ciri Struktur Estetik Periode Pujangga Baru: 1930-1945
Karena ada dua jenis sastra yang
berkembang, maka penjelasan terkait ciri-ciri estetik dan ekstra estetik juga
dibedakan antara jenis puisi dan prosa.
Ciri Estetik Puisi:
·
Berupa puisi baru (bukan pantun dan syair seperti pada
angkatan Balai Pustaka); ada jenis baru yaitu soneta;
·
kata-kata dalam puisinya menggunakan kata-kata indah;
·
bentuknya simetris, masih dipengaruhi puisi lama, yaitu
jumlah baris dan baitnya;
·
gaya eskpresi aliran romantik; tampak pada pengucapan
perasaan, pelukisan alam indah, tenteram dan sebagainya;
·
gaya sajaknya diafan atau polos, hubungan antara kalimat
jelas, masih tidak digunakan kata yang ambigu. Tidak ada kata simbolik atau
metafora implisit;
·
persajakan (rima) merupakan salah satu saran kepuitisan
utama, ini juga masih pengaruh puisi lama.
Ciri Estetik Prosa:
·
alur ceritanya lurus;
·
teknik perwatakan sudah mulai dengan watak bulat, teknik
analisis watak tokoh tidak langsung (melalui tindakan dan percakapan
antar-tokoh), penggambaran (deskripsi) fisik masih ada tapi sedikit, tidak
sebanyak periode sebelumnya;
·
tidak banyak digresi, sehingga alurnya menjadi lebih erat
karena tidak ada cerita sisipan yang tidak berkaitan dengan cerita utama;
·
pusat pengisahan dengan metode orang ketiga objektif,
pengarang tidak memberikan penilaian terhadap cerita, hanya menceritakan saja;
·
gaya romantik;
·
gaya bahasanya tidak lagi menggunakan bahasa klise, pepatah
dan peribahasa.
Ciri-Ciri Ekstra Estetik Puisi Dan Prosa Periode Pujangga Baru: 1930-1945
Karena ciri ekstra-estetik
berkaitan dengan jiwa penyair dan zamannya. Maka secara garis besar,
ciri puisi dan prosa Periode Pujangga Baru memiliki kesamaan yaitu:
·
masalah yang
diangkat dalam karya sastra bersangkut paut dengan kehidupan masyarakat kota,
misalnya: emansipasi, masalah pemilihan pekerjaan dan masalah individu manusia.
Tidak lagi pada Kedaerahan dan pedesaan;
·
ide nasionalisme dan cita-cita kebangsaan banyak mewarnai
karya sastra Pujangga Baru, sudah mempertanyakan keadaan pemerintah kolonial;
·
bersifat didaktis, masih mendidik secara langsung kepada
pembaca karyanya.
Ciri-ciri Estetik dan Ekstra Estetik Periode Angkatan 45: 1940-1955
Pada periode Angkatan 45 berkembang
jenis-jenis sastra puisi, cerita pendek, novel dan drama. Nama Angkatan 45
merujuk pada penamaan berdasarkan tahun. Yang terjadi peristiwa besar di Indonesia,
yaitu sekitar perang kemerdekaan. Karena dalam situasi perang, pada periode ini
keadaan perang memengaruhi penciptaan sastra dalam permasalahan dan gayanya.
Ciri-Ciri Struktur Estetik Puisi Angkatan 45: 1940-1955
·
puisi bebas, yaitu penciptaan puisi yang tak terikat oleh pembagian
bait, jumlah baris dan persajakan;
·
gayanya ekspresionisme, mengekspresikan semangat zaman.
Bandingkan dengan romantik, yang lebih melihat keindahan-keindahan yang ada
(telah lalu);
·
aliran dan gaya realisme, yaitu seakan-akan benar terjadi
pada masyarakat;
·
pilihan dan penggunaan kata (diksi) untuk mencerminkan
pengalaman batin yang dalam dan untuk intensitas arti; Sementara teksnya menggunakan
bahasa sehari-hari (untuk menunjukkan realisme);
·
bahasa kiasan yang dominan adalah metafora dan simbolik; kata,
frasa dan kalimat ambigu cenderung sehingga sengaja dibuat multitafsir;
·
gaya sajaknya prismatis (membentuk gambar tertentu) dengan
kata-kata yang ambigu dan simbolik; hubungan baris-baris dan kalimat-kalimat dalam
puisi angkatan 45 implisit;
·
gaya puisi berupa pernyataan pikiran berkembang (nantinya
gaya ini berkembang menjadi gaya sloganis). Kata-kata dalam puisinya menjadi
slogan-slogan;
·
gaya ironi (menujukkan kebalikan makna) dan sinisme
(kritik) menonjol.
Ciri-Ciri Struktur Estetik Prosa Angkatan 45: 1940-1955
Banyak menggunakan alur sorot
balik, meski ada juga alur lurus;
digresi (penyimpangan cerita yang
tidak berkait dengan bangun cerita) dihindari sehingga alurnya padat;
perwatakan/penokohan: analisis
fisik tidak begitu dipentingkan. Yang ditonjolkan adalah kejiwaan. Cara
penokohannya tidak menggunakan analisis langsung diceritakan oleh pengarangnya,
tetapi dengan cara dramatik: dengan arus kesadaran dan percakapan antar-tokoh;
Sama halnya dengan puisi, gaya
ironi dan sinisme yang banyak digunakan;
gaya realisme dan naturalisme,
menggambarkan kehidupan sewajarnya, secara mimetik (prosa sebagai cerminan
langsung kehidupan nyata).
Ciri-Ciri Struktur Ekstra Estetik Puisi Angkatan 45: 1940-1955
·
individualisme sangat menonjol, kesadaran kepada keberadaan
diri pribadi terpancar dengan kuat dalam sajak-sajak periode Angkatan 45;
·
mengekspresikan kehidupan kejiwaan manusia melalui pengamatan
batin sendiri;
·
mengangkat isu humanisme universal dengan sangat jelas,
misalnya tentang hak asasi manusia dan kesengsaraan hidup;
·
Mengangkat isu ketimpangan kehidupan sosial kemasyarakatan;
·
filsafat eksistensialisme sudah mulai dikenal dan
memengaruhi puisi;
Ciri-Ciri Struktur Ekstra Estetik Prosa Angkatan 45: 1940-1955
·
mengangkat masalah kemasyarakatan;
·
mengangkat masalah kemanusiaan universal;
·
mengemukakan pandanga hidup dan pikiran-pikiran pribadi
untuk memecahkan suatu masalah;
·
latar cerita pada umumnya latar peperangan (perang
kemerdekaan) dan kehidupan sehari-hari.
Ciri Estetik dan Ekstra Estetik Sastra Periode Angkatan 50: 1950-1970
Pada periode ini ada muncul
pandangan yang beragam dalam dunia yang memengaruhi dunia sastra. Hal ini
dikarenakan setiap partai besar di Indonesia memiliki lembaga kebudayaan.
Lembaga kebudayaan tersebut melahirkan sastrawan yang berpandangan seperti
halnya partai induknya. PNI memiliki Lembaga
Kebudayaan Nasional dengan pandangan nasionalisme. Partai Islam (Nahdlatul
Ulama/NU) memiliki Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia) dengan
pandangan sastra keislaman. PKI memiliki
Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) dengan pandangan komunisme.
Maka secara umum, karya sastra
pada periode ini juga dipengaruhi oleh pandangan hidup dan garis politik yang
diambil oleh para sastrawannya. Sementara sastrawan independen pada masa itu tidak
tampak. Justru para sastrawan dengan pengaruh politik yang bisa menerbitkan
karya-karya.
Ciri Estetik Puisi Periode
Angkatan 50: 1950-1970
gaya bercerita (epik) berkembang,
seiring dengan berkembangnya puisi cerita dan balada. Namun, gaya epik ini
lebih sederhana daripada puisi lirik;
gaya mantra mulai muncul dalam puisi
yang berupa balada-balada;
gaya ulangan (pengulangan
baris/larik) berkembang (meskipun sebenarnya sudah dimulai sejak periode sebelumnya);
gaya puisi liris (puisi lirik) masih
melanjutkan gaya angkatan 45;
gaya slogan dan retorik semakin
berkembang, lebih tegas dari angkatan 45.
Ciri Estetik Prosa Periode
Angkatan 50: 1950-1970
Dalam hal prosa (cerita pendek
dan novel) angkatan ini masih melanjutkan gaya yang dimiliki angkatan
sebelumnya. Ciri-ciri struktur estetik Angkatan 45 masih dipakai dan
dilanjutkan oleh periode 50 ini. Jadi, tidak ada perbedaan ciri struktur
estetik antara Angkatan 50 dan Angkatan 45. Di sinilah yang disebut
masing-masing angkatan saling beririsan. Tidak sama sekali beda.
Ciri-Ciri Ekstra Estetik Puisi
Periode Angkatan 50: 1950-1970
·
Secara umum, ada gambaran suasana muram. Hal ini karena
menggambarkan hidup yang penuh penderitaan pasca perang dan konflik politik
dahsyat;
·
Banyak mengangkat tema masalah-masalah sosial; kemiskinan,
pengangguran, perbedaan kaya miskin yang besar, belum adanya pemerataan hidup;
·
banyak mengangkat cerita-cerita kepercayaan rakyat sebagai
pokok-pokok pijakan sajak balada.
Ciri-ciri Estetik Prosa Periode
Angkatan 50: 1950-1970
·
Cerita dengan latar perang mulai berkurang;
·
Cerita menggambarkan kehidupan masyarakat sehari-hari;
·
kehidupan pedesaan dan daerah mulai digarap, tidak hanya
menceritakan kehidupan kota;
·
banyak mengemukakan pertentangan-pertentangan politik,
sesuai dengan latar belakang politik masing-masing.
PERIODE ANGKATAN 70:
1965-SEKARANG (1984)
Sastrawan yang menulis dan
berkarya dalam periode ini sebenarnya sudah berkarya sejak periode sebelumnya.
Tapi alam pikiran mereka sudah mengalami perkembangan dalam rangkaian sejarah
sastra.
Pada periode ini, juga lahir
novel pop (novel populer) yang secara rujukan teori, tidak menunjukkan adanya
perkembangan sastra. Novel pop ini dapat dikatakan merupakan stereotip dan
bercorak konvensional.
Ciri-Ciri Struktur Estetik
Periode Angkatan 70: 1965-Sekarang (1984)
Puisi:
·
Dalam periode ini ada empat jenis puisi yang berkembang
yaitu: puisi mantra, puisi imajinisme, puisi lugu dan puisi lirik biasa. Kekhasan
puisi angkatan ini adalah puisi mantra, puisi imajinisme, dan puisi lugu;
·
puisi bergaya mantra, memiliki ciri khusus berupa: ulangan
kata, frase, atau kalimat berupa paralelisme, kombinasi dengan hiperbola dan
enumerasi. Gaya bahasa ini digunakan untuk mendapatkan efek sebanyak-banyaknya.
Di samping itu, juga dieksploitasi tipografi yang sugestif. Juga digunakan
kata-kata nonsense yang berupa kata (bunyi) tak berarti, kata diputus-putus,
dibalik secara metatesis suku katanya, diulang berkali-kali salah satunya.
Semua itu untuk mendapatkan makna baru;
·
digunakan kata daerah secara mencolok dan sengaja untuk
memberi warna lokal dan ekspresivitas;
·
digunakan asosiasi-asosiasi bunyi untuk mendapatkan makna
baru;
·
puisi-puisi imajisme menggunakan teknik tak langsung berupa
gambaran-gambaran dengan lukisan-lukisan atau cerita kiasan menggunakan gaya
bahasa alegori dan parabel;
·
gaya penulisan yang prosasi (menyerupai prosa), ini
berhubungan dengan gaya puisi imajisme;
·
puisi lugu, menggunakan teknik pengungkapan ide secara
polos, dengan kata-kata serebral, kalimat-kalimat biasa atau polos;
Ciri-ciri Struktur Estetik Prosa:
·
alur yang digunakan berbelit-belit;
·
gaya bahasa simbolik (menggunakan simbol sebagai
penggambaran sesuatu yang lebih besar;
·
Gaya bahasa retorika hiperbola dominan digunakan;
·
pusat pengisahan bermetode orang ketiga romatik-ironik;
·
cerkan (cerita rekaan) bergaya esai, bermetode orang
ketiga, mengemukakan tanggapan-tanggapan pribadi terhadap masalah-masalah;
Ciri-Ciri Struktur Ekstra
Estetik Periode Angkatan 70: 1965-Sekarang (1984)
Puisi:
·
mengangkat kehidupan batin religius yang cenderung ke nuansa
mistik;
·
cerita, lukisan dalam sajak yang bersifat alegoris atau
parabel;
·
menuntut hak-hak asasi manusia: kebebasan, hidup merdeka,
bebas dari penindasan, menuntut kehidupan modern;
·
mengangkat kritik sosial atas kesewenang-wenangan penguasa
terhadap kaum lemah dan kritik atas penyelewengan kekuasaan.
Prosa:
Dalam hal ini, juga mencakup
ciri-ciri ekstra estetik drama. Pada angkatan ini, naskah drama juga mulai
berkembang di khazanah sastra Indonesia.
·
mengeksploitasi kehidupan manusia sebagai individu; bukan
sebagai makhluk komunal;
·
mengangkat kehidupan yang absurd;
·
mengangkat filsafat eksistensialisme;
·
mengedepankan warna lokal (subkultur), latar belakang
kebudayaan lokal
·
mengemukakan tuntutan atas hak-hak asasi manusia untuk
bebas dari kesewenang-wenangan, baik oleh masyarakat yang lebih dominan ataupun
kesewenang-wenangan penguasa.
Demikian penjelasan ciri-ciri
struktur estetik dan struktur ekstra estetik periodisasi sastra Indonesia
menurut Rachmat Djoko Pradopo. Semoga bermanfaat.
jaznk4l5
BalasHapuscialis 5 mg satın al
kamagra jel
cialis 100 mg resmi satış sitesi
glucotrust official website
https://shop.blognokta.com/urunler/ereksiyon-haplari/cialis/cialis-20-mg-30-tablet-cinsel-guc-hapi/
sight care
viagra satın al