Panjat Pinang, Tarik Tambang, dan Lari Karung - Awalnya Bukan Permainan Rakyat Kecil
Momen Agustusan, identik dengan lomba tujubelasan. Lomba yang sengaja digelar memperingatai kemerdekaan Republik Indonesia. Di sebagian tempat, disebut juga lomba pitulasan. Lomba-lomba yang identik dengan agustusan antara lain: Panjat Pinang, Lari Karung, Tarik Tambang, Lari Kelereng, Makan Kerupuk, lomba memindahkan air, memindahkan tepung, terompah raksasa, sepak bola dangdut, dan berbagai lomba yang tentunya menghibur.
Dalam lomba-lomba itu, unsur yang terpenting adalah hiburan. Bukan gengsi apalagi hadiah yang melimpah. Banyak yang menggelar lomba-lomba itu. Bisa tingkat RT bisa tingkat kabupaten. Tapi sepertinya tidak ada tarik tambang tingkat nasional. Setidaknya, saya masih belum tahu.
Dari sekian banyak jenis lomba yang identik dengan agustusan tersebut, juga disebut dengan lomba rakyat, atau pesta rakyat. Karena memang dilakukan oleh rakyat kebanyakan. Sejak saya kecil, lomba yang sudah ada dan pernah saya ikuti adalah:
Panjat pinang, gigit koin, tusuk jarum, menggiring balon dengan tampah, lari karung, tarik tambang, makan kerupuk, dan tusuk botol. Lomba-lomba lain, seperti memindahkan tepung, menggigit koin dalam tepung, sepertinya baru ada belakangan. Bakan lomba pukul bantal (di atas batang bambu di atas air) lebih baru lagi.
Sementara itu, lomba Panjat Pinang, Lari Karung, dan Tarik Tambang adalah lomba-lomba yang legendaris. Lomba yang sangat identik dengan Agustusan. Jika melihat akhir-akhir ini, ketiga lomba tersebut sudah menjadi lomba rakyat. Biasa digelar dan diikuti oleh orang kebanyakan.
Padahal awalnya, Panjat Pinang, Lari Karung, dan Tarik Tambang menjadi permaian yang telah digelar sebagai hiburan, jauh sebelum Indonesia merdeka. Menurut Heri Priyatmoko --Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma, mengutip Gusti Nurul --Putri Pangeran Mangkunegara VII, Lomba Panjat Pinang telah digelar saat pernikahan ayahadanya.
Pada tahun 1920, Pangeran Adipati Aryo Prangwadana --Nama asli Pangeran Mangkunegara VII-- dari Pura Mangkunegaran, Solo, menikah dengan Gusti Raden Ayu Mursudarijah, putri Sultan Hamengkubuwono VII dari Keraton Ngayogyokartohadiningrat, Jogja. Saat pernikhan tersebut, digelar kegiatan Panjat Pinang di Keraton Mangkunegaran. Lomba memanjat pohon pinang --wit jambe-- yang telah diberi pelicin.
Lomba panjat pinang pada saat pesta pernikahan antara Keraton Pura Mangkunegara dan Keraton Jogjakarta 27 tahun sebelum Indonesia merdeka itu, digelar sebagai hiburan bagi para tamu dan bangsawan yang menghadiri hajatan keraton jawa tersebut.
Pada saat itu, menyediakan hadian di atas pohon piang tentu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang kaya. Dan orang kaya pada saat itu adalah para bangsawan dan petinggi keraton.
Sementara itu, lomba Balap Karung atau Lari Karung juga sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Pun begitu dengan lomba tarik tambang. Terdapat dokumentasi foto di Perpustakaan Reksopustakan Mangkunegaran --perpustakaan yang ada di dalam Keraton Mangkunegaran yang menggambarkan kegiatan balap karung oleh para remaja. Remaja itu adalah anggota padvinder. Padvinder adalah istilah untuk menyebut kepanduan atau scouting yang sekarang di Indonesia dikenal sebagai Pramuka. Mangkunegara VII memang dikenal memiliki dan membina organisasi kepanduan Kepandauan Mangkunegaran yang merupakan Kepanduan Modern pertama di Indonesia.
Dari hal ini, balap karung --waktu itu adalah karung goni-- membutuhkan alat permainan yang mahal. Goni. Karung goni pada waktu itu hanya bisa dibeli oleh bangsawan kaya raya. Kalau bukan Pangeran Pura Mangkunegaran tidak mungkin sanggup membeli karung tersebut. Jika pun ada, pasti tidak digunakan untuk permainan, tapi dimanfaatkan untuk hal lain.
Begitu juga dengan tambang. Tambang adalah barang mewah saat permainan itu pertama dilakukan. Tidak dijual bebas di banyak tempat karena tidak mungkin mampu membeli. Sementara orang-orang kecil banyak memanfaatkan pelepah pisang kering digunakan sebagai alat ikat. Perlombaaan terik tambang membutuhkan tambang yang besar, panjang, dan kuat.
Sekarang, lomba-lomba agustusan sudah sangat dekat menjadi hiburan rakyat yang dilakukan oleh rakyat. Dibuat sendiri, dimainkan sendiri, untuk menghibur diri sendiri. Tidak perlu ndakik-ndakik, perjuangan pahlawan yang memerdekakan.
Anggap saja, saat menggelar lomba-lomba agustusan sebagai bagian dari kebahagiaan karena Indonesia sudah tidak dijajah. Ya kan?
Posting Komentar untuk "Panjat Pinang, Tarik Tambang, dan Lari Karung - Awalnya Bukan Permainan Rakyat Kecil"
Komentar bisa berupa saran, kritik, dan tanggapan. :)