Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Ketigo | Arti dan Asal-usul Istilahnya dalam Bahasa Jawa

Ketigo (ditulis Katiga) awalnya digunakan untuk menyebut nama bulan yang ketiga dalam sistem penanggalan Jawa yang berdasarkan Matahari: KATIGO.  Kalender Matahari Jawa diresmikan oleh Sultan Pakubuwana VII. Berikut Penjelasan lengkapnya tentang kata Ketigo/Katigo.

Setiap peradaban besar, akan meninggalkan jejak yang kuat. Salah satunya di bidang penghitungan hari yang pada mulanya berkaitan dengan musim, berkaitan dengan aktivitas manusia baik saat bertani atau dalam ritus keagamaan. Saat ini kita menyebutnya dengan kalender.

Peradaban Romawi meninggalkan penanggalan Julian (45 Tahun Sebelum Masehi) yang kemudian disempurnakan menjadi oleh Gereja Katolik yang sekarang kita kenal sebagai Kalender Masehi. 

Peradaban India menyisahkan Kalender Saka, yang sampai sekarang juga masih digunakan. Dulu penggunaannya sangat luas, sejauh pengaruh Hindu-Budha. Sampai sekarang Kalender Saka masih digunakan. Tahun 1 Saka dimulai penghitungannya pada tahun 79 Masehi. Jadi ada selisih 78 Tahun. 

Peradaban Islam meninggalkan Kalender Hijriyah, yang penghitungan tahunnya dimulai saat Kepemimpinan Umar dengan menggunakan peristiwa Hijrah dari Mekah ke Madinah sebagai tahun pertamanya. Peresmian penggunaannya dimulai setelah 17 tahun dari peristiwa Hijrah. Tahun 1 Hijriah = 621 Masehi. 

Peradaban Jawa sebagai salah satu kerajaan yang besar di era Sultan Agung juga meninggalkan Kalender. Disebut dengan Kalender Jawa. Yang menggabungkan antara Kalender Saka --yang sudah berlaku sebelumnya di Tanah Jawa-- dengan Kalender Islam.

Kalender Jawa ada dua sistem penanggalan. Ada yang berdasarkan Lunar atau Candra atau Bulan. Jadi penghitungannya berdasarkan edar bulan. Yang mengadopsi sistem Kalender Hijriyah. Kalender Jawa ada pula yang didasarkan pada penghitungan Matahari atau Solar atau Surya. 

Kalender Jawa yang berdasarkan edar Matahari diresemikan oleh Sultan Pakubuwana VII, pada Tahun 1856 Masehi. Hal ini dilakukan karena Kalender Jawa yang berdasaran Luni atau Kamariyah atau berdasarkan bulan, tidak sesuai dengan musim tanam. Pada dasarnya, Kalender Jawa berdasarkan matahari ini sudah ada saat era Jawa Pra-Islam. Namun lebih disempurnakan lagi dengan kalender Gregorian. 

Berikut ini Daftar Bulan Kalender Jawa serta Perbandingannya dengan Kalender Gregorian:

1. Kasa: 23 Juni - 2 Agustus

2. Karo: 3 Agustus - 25 Agustus

3. Katigo/Katelu : 26 Agustus - 18 September

4. Kapat : 19 September - 13 Oktober

5. Kalima : 14 Oktober - 9 November

6. Kanem : 10 November - 22 Desember 

7. Kapitu : 23 Desember - 3 Februari

8. Kawolu: 4 Februari - 1 Maret

9. Kasanga : 2 Maret - 26 Maret

10. Kadasa : 27 Maret - 19 April

11. Dhesta : 20 April - 12 Mei

12. Sadha : 13 Mei - 22 Juni


Bulan yang ketiga (Katelu atau Katigo) di atas bersamaan dengan tanggal 26 Agustus sampai 18 September. Di Pulau Jawa, bulan tersebut intensitas hujan sangat minim. Bahkan memang tidak ada hujan sama sekali. 

Maka di Bulan Katigo, tidak ada hujan. Tidak bisa menanam padi. 

Lambat laun, usum Katigo menjadi lebih umum, digunakan untuk menyebut bulan atau musim yang tidak ada hujan. 

Karena di Jawa (Indonesia ada umumna) hanya ada dua musim saja, Penghujan dan Kemarau. Maka lambat laun, Katigo yang dibaca Ketigo digunakan oleh penutur bahasa Jawa untuk menyebut masa tidak ada hujan yang lebih luas. Bukan hanya bulan ketiga yang bertepatan dengan 26 Agustus saja, tapi juga musim kemarau secara keseluruhan. 

Awalnya, Arti Katigo/Ketigo adalah Bulan yang ketiga dalam Kalender Matahari Jawa. Seiring perubahan yang terjadi, pembagian bulan dalam Kalender Jawa Matahari sudah sangat jarang (bahkan sama sekali tidak digunakan dalam masyarakat), maka sekarang istilah Ketigo identik dengan arti Kemarau. 

Itulah arti kata Ketigo/Katiga/Ketiga dan asal-usul istilahnya dalam Bahasa Jawa. 

Posting Komentar untuk "Ketigo | Arti dan Asal-usul Istilahnya dalam Bahasa Jawa"