Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Menceritakan Kembali Isi Hikayat si Miskin ke dalam Bentuk Cerpen

 Menceritakan Kembali Isi Hikayat si Miskin ke dalam Bentuk Cerpen

Berikut ini hal yang perlu diperhatikan ketika mengubah isi cerita hikayat ke dalam cerpen.

-  Mengubah alur cerita dari alur berbingkai menjadi alur tunggal.

- Menggunakan bahasa Indonesia saat ini.

- Menggunakan gaya bahasa sesuai.

- Tetap mempertahankan nilai-nilai yang terkandung di dalam hikayat.

Berikut ini adalah teks lengkap Hikayat si Miskin. Di bagian akhir akan ditampilkan tulisan Cerpen Si Miskin:

Hikayat si Miskin

Ini hikayat ceritera orang dahulu ala sekali peristiwa Allah Swt menunjukkan kekayaan-Nya. Kepada hamba-Nya. Maka adalah seorang miskin laki bini berjalan mencari rizkinya berkeliling negara antah-berantah. Adapun nama raja di dalam negara itu Maharaja Indera Dewa. Namanya terlalu amat besar Kerajaan baginda itu. Beberapa raja-raja di tanah Dewa itu takluk kepada baginda dan mengantar upeti kepada baginda pada setiap tahun.

Hatta, maka pada suat hari baginda sedang ramai dihadapi oleh segala raja=raja, menteri, hulubalang, rakyat sekalian di penghadapannya. Maka si Miskin itupun sampailah ke penghadapan itu. Setelah dilihat oleh orang banyak, si Miskin laki bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing rupanya. Maka orang banyak itupun ramailah ia tertawa seraya mengambil kayu dan batu. Maka dilemparilah akan si miskin itu kena tubuhnya habis bengkak-bengkak dan berdarah. Maka segala tubuhnya pun berlumpur dengan darah. Maka orang pun gemparlah. Maka titah baginda, “apakah yang gempar di luar itu?” Sembah segala raja-raja itu “Ya tuanku Syah Alam, orang melempar si Miskin tuanku”. Maka titah baginda, “Suruh usir jauh-jauh!”. Maka diusir oranglah akan si Miskin hingga sampailah ke tepi hutan. Maka orang banyak itupun kembalilah. Maka haripun malamlah. Segala raja-raja dan menteri, hulubalang rakyat sekalian itupun masing-masing pulang ke rumahnya.

Adapun akan si Miskin itu apabila malam iapun tidurlah di dalam hutan itu. Setelah siang hari maka iapun pergi berjalan masuk ke dalam negeri mencari riskinya. Maka apabila sampailah dekat kepada kampung orang. Apabila orang yang empunya kampung itu melihat akan dia. Maka diusirlah dengan kayu. Maka si Miskin itu pun larilah tunggang langgang, tubuhnya habis berlumur dengan darah. Maka menangislah ia berseru-seru sepanjang jalan itu dengan tersengat alap dahaganya seperti akan matilah rasanya. Maka ia pun bertemu dengan tempat orang membuangkan sampah-sampah. Maka berhentilah ia di sana. Maka dicaharinyalah di dalam sampah yang tertimbun itu barang yang boleh dimakan. Maka didapatinyalah ketupat yang sudah basi dibuangkan oleh orang pasar itu dengan buku tebu lalu dimakannya ketupat yang sebiji itu laki bini. Setelah sudah dimakannya ketupat itu maka barulah dimakan buku tebu itu. Maka adalah segar sedikit rasanya tubuhnya karena beberapa lamanya tiada merasai nasi.

Hendak mati rasanya. Ia hendak meminta ke rumah orang takut. Jangankan diberi orang barang sesuatu , hampir kepada rumah orang itu pun tiada boleh. Demikianlah si miskin itu sehari-hari.

Hatta, maka haripun petanglah. Maka si Miskin pun berjalanlah masuk ke dalam hutan tempatnya sediakala itu. Di sanalah ia tidur. Maka disapunyalah darah-darah yang di tubuhnya tiada boleh keluar karena darah itu sudah kering. Maka si Miskin itupun tidurlah dalam hutan itu. Setlah pagi-pagi hari maka berkatalah si Miskin kepada isterinya,  “Ya tuanku, matilah rasaku ini. Sangatlah sakit rasanya tubuhku ini. Maka tiadalah berdaya lagi hancurlah rasanya anggotaku ini.” Maka iapun tersedu-sedu menangis. Maka terlalu belas rasa hati isterinya melihat laku suaminya demikian itu. Maka iapun menangis pula seraya mengambil daun kayu lalu dimamahnya.  Maka disapukannyalah seluruh tubuh suaminya sambil ia berkata, “Diamlah,  tuan jangan menangis.”

Maka selaku ini adapun akan si miskin itu aslinya daripada raja keinderaan. Aka kena sumpah Batara Indera maka jadilah ia demikian itu. Maka adalah suaminya itu pun segarlah sedikit tubuhnya. Setelah itu maka suaminya pun masuk ke dalam hutan mencari ambat yang muda yang patut dimakannya. Maka dibawanyalah kepada isterinya. Maka demikianlah laki bini.

Hatta beberapa lamanya maka misteri si Miskin itupun hamillah tiga bulan lamanya. Maka isterinya menangis hendak makan buah mempelam yang ada di dalam taman raja itu. Maka suaminya itupun terketukkan hatinya tatkala ia di Keinderaan menjadi raja tiada ia mau beranak. Maka sekarang telah mudhorot. Maka baharulah hendak beranak seraya berkata kepada isterinya, “Ayo, hai Adinda. Tuan hendak membunuh kakandalah rupanya ini. Tiadakah tuan tahu akan hal kita yang sudah lalu itu? Jangankan hendak meminta barang suat, hampir kepada kampung orang tiada boleh.”

Setelah didengar oleh isterinya kata suaminya demikian itu, maka makinlah sangat ia menangi. Maka kata suaminya, “Diamlah tuan, jangan menangis! Berilah kakanda pergi mencaharikan tuan buah mempelam itu, jikalau dapat oleh kakanda akan buah mempelam itu kakanda berikan pada tuan.”

Maka isterinya itu pun diamlah. Maka suaminya itu pun pergilah ke pasar mencahari buah mempelam itu. Setelah sampai di orang berjualan buah mempelam, maka si Miskin itu pun berhentilah di sana. Hendak pun dimintanya takut ia akan dipalu orang.  Maka kata orang yang berjualan buah mempelam, “Hai miskin. Apa kehendakmu?”

Maka sahut si Miskin, jikalau ada belas ada kasihan serat rahim tuan akan hamba orang miskin hamba ini minta diberikan yang sudah terbuang itu. Hamba hendak memohonkan buah mempelam tuan yang sudah busuk itu barang sebiji sahaja tuan.”

Maka terlalu belas hati sekalian orang pasar itu mendengar kata si Miskin. Seperti hancurlah rasa hatinya. Maka ada yang memberi buah mempelam, ada yang memberikan nasi, ada yang memberikan kain baju, ada yang memberikan buah-buahan. Maka si Miskin itu pun heranlah akan dirinya oleh sebab diberi orang pasar itu berbagai-bagai jenis pemberian. Adapun akan dahulunya jangankan diberinya barang suat hampir pun tiada boleh. Habislah dilemparnya dengan kayu dan batu. Setelah sudah ia berpikir dalam hatinya demikian itu, maka ia pun kembalilah ke dalam hutan mendapatkan isterinya.

Maka katanya, “inilah tuan, buah mempelam dan segala buah-buahan dan makan-makanan dan kain baju. Itupun diinjakkannyalah isterinya saraya meceriterakan hal ihwalnya tatkala ia di pasar itu. Maka isterinya pun menangi tiada mau makan jikalau bukan buah mempelam yang di dalam taman raja itu. “Biarlah aku mati sekali.”

Maka terlalulah sebal hati suaminya itu melihatkan akan kelakuan isterinya itu seperti orang yang hendak mati. Rupanya tiadalah berdaya lagi. Maka suaminya itu pun pergilah menghadap Maharaja Indera Dewa itu. Maka baginda itupun sedang ramai dihadap oleh segala raja-raja. Maka si Miskin datanglah. Lalu masuk ke dalam sekali. Maka titah baginda, “Hai Miskin, apa kehendakmu?” Maka sahut si Miskin, “Ada juga tuanku. Lalu sujud kepalanya lalu diletakkannya ke tanah, “Ampun Tuanku, beribu-ribu ampun tuanku. Jikalau ada karenanya Syah Alam akan patuhlah hama  orang yang hina ini hendaklah memohonkan daun mempelam Syah Alam yang sudah gugur ke bumi itu barangkali tuanku.”

Maka titah baginda, “Hendak engkau buat apa daun mempelam itu?” Maka sembah si Miskin , “Hendak dimakan, Tuanku.” Maka titah baginda, “Ambilkanlah barang setangkai berikan kepada si Miskin ini.”

Maka diambilkan oranglah diberikan kepada si Miskin itu. Maka diambillah oleh si Miskin itu seraya menyembah kepada baginda itu. Lalu keluar ia berjalan kembali. Setelah itu maka baginda pun berangkatlah masuk ke dalam istananya. Maka segala raja-raja dan menteri hulubalang rakyat sekalian itupun masing-masing pulang ke rumahnya. Maka si Miskin itupun sampailah kepada tempatnya. Setelah dilihat oleh isterinya akan suaminya datang itu membawa buah mempelam setangkai. Maka ia tertawa-tawa. Seraya disambutnya lalu dimakannya.

Maka adalah antaranya iga bulan lamanya. Maka ia pun menangi pula hendak makan nangka di dalam taman raja itu juga. Maka si Miskin itu pun pergilah pula memohonkan kepada baginda itu.  Maka sujudlah pula ia kepada baginda. Maka titah baginda. “apa pula hendakmu hai Miskin?”

Maka sahut si Miskin, “Ya Tuanku, ampun beribu-ribu ampun.” Sahut ia sujud kepalanya lalu diletakkannya ke tanah. Sahut ia berkata pula, “Hamba ini orang yang miskin. Hamba minta daun nangka yang gugur ke bumi, barang sehelai.” Maka titah baginda, “Hai Miskin, hendak kau buatkan apa daun nangka? Baiklah aku beri buahan barang sebiji.” Maka diberikan kepada si Miskin itu. Maka ia pun sujud seraya bermohon kembali mendapatkan isterinya itu.

Maka ia pun sampailah. Setelah dilihat oleh isterinya itu suaminya datang itu, maka disambutnya buah nangka itu. Lalu dimakan oleh isterinya itu. Adapun selama isterinya si Miskin hamil maka banyaklah makan-makanan dan kain baju dan beras padi dan segala perkakas-perkakas itu diberi orang kepadanya.

Hatta maka dengan hal yang demikian itu maka genaplah bulannya. Maka pada ketika yang baik dan saat yang sempurna pada malam empat belas hari bulan. Maka bulan itu pun sedang terang. Maka pada ketika itu misteri si Miskin itu pun beranaklah seorang anak laki terlalu amat baik parasnya dan elok rupanya. Maka dinamainya akan anaknya itu Markaromah artinya anak di dalam kesukaran. Maka dipeliharakannyalah anaknya itu. Maka  terlalu amat kasih sayangnya akan anak itu. Tiada boleh bercerai barang seketika jua pun dengan anaknya Markaromah itu.

Hatta, maka dengan takdir Allah  Swt. Menganugerahi kepada hambanya. Maka si Miskin pun menggalilah tanah hendak berbuat tempatnya tiga beranak itu. Maka digalinyalah tanah itu hendak mendirikan tiang teratak itu. Maka tergalilah kepada sebuah telaju yang besar berisi emas terlalu banyak. Maka isterinya pun datanglah melihat akan emas itu. Seraya berkata kepada suaminya, “Adapun akan emas ini sampai kepada anak cucu kita sekalipun tiada habis dibuat belanja.”


Setelah membaca Hikayat si Miskin dalam versi hikayat. Selanjutnya Hikayat di atas diubah ke dalam bentuk cerpen. Berikut ini adalah Cerpen si Miskin yang diubah dari bentuk hikayat si Miskin tampa mengubah isi dan alur ceritanya. Sementara yang disesuaikan adalah alur penceritaan dan gaya bahasa yang digunakan. 

Baca Juga: Cerpen si Miskin versi Singkat

Cerpen dari Hikayat si Miskin

Di sebuah Kerajaan hiduplah sepasang suami istri yang miskin. Mereka hidup di sebuah Kerajaan besar yang diperintah oleh Maharaja Indera Dewa, dari dari segala raja. Banyak raja-raja kecil yang takluk padanya dan mengirimkan upeti sebagai persembahan.

Pada suatu hari, Si Miskin mendekat ke Kerajaan. Mendekat ke halaman istana raja. Sementara di dalam, Maharaja Indera Dewa sedang mengadakan pertemuan dengan para pembantu raja dan hulubalang lainnya. Karena keadaan si Miskin compang-camping, kedatangannya justru memunculkan keributan di luar ruang rapat istana.

Mendengar keributan di luar, Maharaja Indera Dewa yang mendapat laporan adanya si Miskin di luar, segera memerintahkan untuk mengusir, “Suruh usir mereka Jauh-jauh!” Pengawal Kerajaan dan penduduk, mengusir pasangan suami istri si Miskin untuk pergi sampai ke tepi hutan.

Begitulah kehidupan suami istri miskin tersebut. Hidupnya di hutan, karena selalu ditolak oleh penduduk kampung. Sementara makan hanya bisa mengais dari sisa-sisa sampah.  Pernah suat ketika, pasangan miskin ini kelaparan. Sampai akhirnya menemukan ketupat basi di pembuangan sampah. Mereka berdua memakannya saja karena terlalu lapar. Sementara untuk minum, memeras potongan tebu yang didapati di sekitar sampah itu.

Pernah pula suat ketika ketika kelaparan, mereka mendekat ke pasar. Bukannya mendapat simpati justru dilempari batu karena dianggap membawa penyakit dan kesialan. Maka dalam keadaan babak belur dan berdarah-darah, mereka berdua kembali ke hutan.

Di dalam hutan, sang suami yang terluka parah diobati oleh istrinya, dengan mengunyah dedaunan dalam hutan untuk dibalurkan pada luka sang suami. Hingga akhirnya sembuh lukanya dan menetap di dalam hutan.

Hingga suatu ketika, si Istri Hamil untuk pertama kalinya. Ketika hamil tersebut, kedua orang ini sangat bahagia, namun juga memunculkan kebingungan bagi suami. Pasalnya, si istri justru mengidam makanan yang ada di taman istana Maharaja Indera Dewa.  Si suami justru menjawab, “wahai adinda, tidakkah kau ingat ketika kita mendekat ke kampung dulu. Bukannya diberi makanan justru kita dilempari batu dan kayu. Kini kau justru ingin memakan buah dari taman Kerajaan. Apa yang harus aku perbuat?”

Meskipun awalnya menolak, si Istri yang sedang mengidam dan menangis meronta-ronta, maka tidak tegalah sang suami. Dengan berat hati dia tetap berangkat. Di tengah jalan suami punya ide untuk meminta saja buah mempelam di pasar.

Begitu mendekat kepada seorang pedagang buah mempelam, Si suami berkata, “Wahai tuan pedagang, sudikah kiranya tuan memberikan kepada saya buah mempelam yang sudah dibuang itu?”

“Itu sudah busuk, hendak kau buat apa wahai lelaki miskin?”

“Istriku sedang hamil, dan menginginkan buah mempelam. Sementara aku tak punya uang untuk membeli, apalagi hendak mencuri, tentu aku tak berani.”

Mendengar ucapan itu, pedagang buah mempelam tersentuh hatinya. Pedagang lain yang mendengar juga merasa iba. Maka diberilah si Miskin dengan berbagai macam makanan, buah-buahan, dan pakaian yang lebih layak.

Sesampai di dalam hutan, istrinya tampak bahagia dengan apa yang dibawa suaminya. Tapi mengetahui bahwa itu mempelam dari pasar, bukan dari taman istana raja, si Istri kembali menangis meronta-ronta.

Dengan berat hati, si Suami tetap berangkat kepada Raja. Mengetahui ada rakyatnya hendak menghadap, Maharaja Indera Dewa menanyakan keperluan rakyatnya yang miskin tersebut. Sembari bersujud ke tanah, si Miskin meminta daun pohon mempelam istana Kerajaan.

“Hendak kau buat, apa hai rakyatku, daun mempelam itu?” Raja bertanya. Si Miskin menjawab bahwa, daunnya untuk dimakan oleh istrinya yang sedang hamil di dalam hutan.

Mendengar itu, raja bertitah kepada pengawalnya untuk memberikan mempelam setangkai penuh buah kepada si Miskin. Pulanglah si Miskin dengan penuh bahagia. Si istri mendapatkannya juga penuh rasa bahagia.

Selang tiga bulan kemudian, si istri mengidam nangka taman Kerajaan. Dengan berat hati, suami menghadap raja lagi. Hanya minta daun pohon nangka yang sudah gugur. Sementara karena sudah iba, raja menghadiahinya sebuah nangka yang baik. Si istri mendapati suaminya membawa nangka merasa sangat bahagia.

Setelah itu, tak henti-hentinya rezeki bagi keluarga itu datang mengalir. Ada orang yang memberikan makanan, beras, dan pakaian yang baik-baik. Hingga akhirnya si jabang bayi lahir. Maka diberi nama Markaromah. Seorang anak laki-laki yang tampan.

Karena sudah memiliki anak, sang suami hendak membangun rumah baru di tengah hutan. Dia menggali tanah untuk memasang tiang pancang. Begitu menggali agak dalam, cangkulnya menghantam peti kayu besar. Setelah dibuka ternyata isinya adalah emas yang sangat banyak. Dengan kekayaan itu si istri berkata, mereka tidak akan lagi kesusahan. Tidak akan habis dimakan sampai cicit-cicitnya kelak. “Alhamdulillah, beginilah Allah kalau sudah memberikan rizkinya, dari segala cara. “ Si istri bersyukur dengan rezeki yang melimpah ruah itu.

 

Demikian cerpen dari Hikayat Si Miskin. Semoga menginspirasi.

Posting Komentar untuk " Menceritakan Kembali Isi Hikayat si Miskin ke dalam Bentuk Cerpen"